Nairobi –
Sekte sesat di Kenya membuat geger usai 73 mayat pengikutnya ditemukan terkubur di sebuah hutan di Shakahola. Sekte itu mempraktikkan ajaran sesat bahwa kematian karena kelaparan bisa mengantarkan para pengikutnya untuk ‘bertemu Yesus’.
Dilansir AFP, Selasa (25/4/2023), sekte sesat itu terbongkar usai dua anak mati kelaparan dalam pengawasan orang tua mereka. Kematian dua anak itu berujung dengan penangkapan Paul Mackenzie Nthenge, seorang sopir taksi yang menjadi pendeta. Kala itu, dia dibebaskan dengan jaminan 100.000 shilling Kenya ($ 700).
Penyelidikan terhadap Gereja Good News International yang dipimpin Nthenge pun dilakukan. Penyelidikan itu membawa polisi ke hutan dekat kota pesisir Malindi tempat Nthenge berkotbah, di mana mereka menemukan 15 orang yang kelaparan — empat di antaranya meninggal.
Diyakini beberapa pemujanya masih bersembunyi di semak-semak di sekitar Shakahola. Sejak saat itu, sejumlah orang berhasil diselamatkan.
Di hutan itu juga, polisi menemukan kuburan massal. 73 mayat pengikut Nthenge ditemukan terkubur dalam lubang yang dangkal.
“Kami memiliki 73 mayat dari hutan malam ini dan pencarian akan dilanjutkan besok,” kata seorang petugas polisi yang terlibat dalam penyelidikan kepada AFP tanpa menyebut nama.
“Ini adalah keadaan yang sangat menyedihkan tentang bagaimana orang-orang ini meninggal dan dimakamkan di kuburan dangkal karena kami menemukan enam mayat terjepit di satu kuburan hari ini,” katanya.
Gereja Good News International
Menurut situs web gereja, Nthenge mendirikan sekte tersebut pada tahun 2003 dan mendirikan cabang di Nairobi dan sepanjang pantai Kenya yang menarik lebih dari 3.000 umat.
“Memelihara umat beriman secara holistik dalam semua hal spiritualitas Kristen saat kita mempersiapkan diri untuk kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali melalui pengajaran dan penginjilan,” tulis situs web itu.
Nthenge juga meluncurkan saluran YouTube pada tahun 2017, memperingatkan pengikutnya terhadap “setan” seperti memakai rambut palsu dan menggunakan uang seluler dalam video yang diposting ke platform media sosial.
Pada tahun 2017, Nthenge pernah ditangkap atas tuduhan “radikalisasi” setelah mendesak anak-anak untuk tidak bersekolah karena pendidikan tidak diakui oleh Alkitab.
Dua tahun kemudian, dia menutup gereja dan pindah ke kota sepi Shakahola, mengatakan kepada surat kabar The Nation dalam sebuah wawancara bulan lalu bahwa dia “mendapat wahyu bahwa waktu untuk berhenti telah tiba”.
“Saya hanya berdoa dengan diri saya sendiri dan mereka yang memilih untuk percaya,” katanya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.