Pamekasan (beritajatim.com) – Sejumlah jurnalis dari berbagai komunitas di Pamekasan menolak Rencana Undang-Undang Penyiaran karena dinilai membungkam kebebasan pers.
Penolakan tersebut dilakukan dalam aksi damai di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan, Jl Kabupaten 107 Pamekasan, Jumat (17/5/2024).
Bahkan koordinator aksi, Mohammad Khairul Umam menilai jika RUU sebagai upaya revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, justru sangat berpotensi membunuh kebebasan pers.
Terdapat beberapa poin yang menjadi sorotan dalam aksi tersebut, di antaranya Pasal 56 Ayat 2 berisi larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, serta Pasal 42 Ayat 2 berbunyi penyelesaian sengketa jurnalistik yang seharusnya menjadi wewenang Dewan Pers, justru dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Kondisi ini tentu menjadi alarm bahaya bagi pers di Indonesia, sebab investigasi adalah puncak penugasan jurnalistik dan larangan justru akan membungkam kami,” kata Mohammad Khairul Umam.
Penolakan serupa juga terkait sengketa jurnalistik akan ditangani KPI yang selama ini ditangani Dewan Pers. “Jika KPI justru berpotensi mendapat intervensi dari pihak tertentu, sehingga penyelesaian sengketa kemungkinan tidak independen,” ungkapnya.
“Maka dari itu kami meminta kepada DPRD Pamekasan, segera menindak lanjuti sekaligus melanjutkan tuntutan kami ke DPR Pusat (DPR RI) agar RUU tersebut tidak disahkan, dan wajib diperbaiki lagi,” sambung jurnalis yang tercatat sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Pamekasan (AJP).
Dalam aksi tersebut, para insan pers juga menunggu konfirmasi langsung dari wakil rakyat, sehingga Wakil Ketua DPRD Pamekasan, Hermanto berjanji segara meneruskan tuntutan jurnalis ke DPR RI.
“Kebetulan anggota (DPRD Pamekasan) yang lain sedang perjalanan dinas, namun kami pastikan tuntutan dari rekan-rekan akan segera kami antarkan ke Jakarta,” pungkasnya. [pin/ian]