Jakarta –
NASA baru-baru ini meluncurkan satelit Plankton, Aerosol, Climate, Ocean Ecosystem (PACE) ke luar angkasa. Langkah ini dilakukan badan antariksa nasional AS tersebut untuk memahami lebih dalam mengenai kesehatan laut, kualitas udara, dan dampak dari perubahan iklim.
Satelit PACE diluncurkan menggunakan roket SpaceX Falcon 9 dari Space Launch Complex 40 di Cape Canaveral Space Force Station, Florida, Kamis (8/2). NASA mengonfirmasi melalui laman resmi mereka mengenai keberhasilan peluncuran satelit PACE, yang beroperasi sesuai dengan harapan.
“PACE akan membantu kita memahami lebih baik bagaimana partikel di atmosfer dan laut dapat mempengaruhi pemanasan global. Satelit PACE akan mempelajari dampak dari hal-hal kecil yang seringkali tidak terpantau seperti organisme mikroskopis di air partikel mikroskopis di udara,” kata Administrator NASA Bill Nelson, Senin (12/2).
Pengamatan dari luar angkasa ini menjadi kunci untuk memahami perubahan iklim dari kualitas udara. Selanjutnya, instrumen warna oseanografis hiperspektral yang dihasilkan oleh satelit memungkinkan peneliti mengukur lautan dan perairan dengan menggunakan spektrum cahaya ultraviolet, apa yang terlihat, dan inframerah jarak dekat.
Hal ini memungkinkan mengidentifikasi komunitas organisme seperti fitoplankton dalam skala global setiap harinya. Data ini akan sangat membantu memperkirakan kesehatan ekosistem perikanan, melacak ledakan alga yang berbahaya, dan mengidentifikasi perubahan di lingkungan laut.
Selain itu, satelit PACE juga membawa dua instrumen polarimeter yakni Hyper-Angular Rainbow Polarimeter #2 dan Spectro-polarimeter for Planetary Exploration. Keduanya akan mendeteksi bagaimana sinar Matahari berinteraksi dengan partikel di atmosfer, memberikan penelitian informasi baru tentang aerosol atmosfer dan properti awan, serta kualitas udara pada skala lokal, regional, dan global.
Direktur Divisi Ilmu Bumi dari Direktorat Misi Ilmu Pengetahuan NASA, Karen St. Germain sangat mendukung misi ini karena dapat meningkatkan pemahaman tentang peran laut dalam siklus perubahan iklim.
Dirinya menyebut dengan menggabungkan data yang terdapat dari pemantauan PACE dan dari hasil data misi Surface Water and Ocean Topography yang dimiliki, akan menjadi lembaran baru untuk lingkup oseanografi.
“PACE akan mempercepat pemahaman kita tentang sistem Bumi dan membantu NASA menyampaikan ilmu pengetahuan, data, dan aplikasi praktis yang dapat membantu para peneliti dan industri menghadapi tantangan yang berkembang cepat saat ini,” terangnya.
Adapun ilmuwan proyek PACE di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA Jeremy Wardell mengungkapkan kegembiraannya setelah 20 tahun merencanakan proyek ini. Karena ini merupakan teknologi terbaru yang belum pernah digunakan sebelumnya.
“Peluang yang akan ditawarkan PACE sangat menggembirakan dan kita akan dapat menggunakan teknologi luar biasa ini dengan cara yang belum pernah kita bayangkan. Ini benar-benar sebuah penemuan,” ungkap Wardell.
Sebagai informasi, peluncuran PACE dikelola oleh Program Layanan Peluncuran NASA di Kennedy Space Center Florida. NASA Goddard bertanggung jawab atas manajemen pada misi ini, termasuk pembuatan dan pengujian satelit serta instrumen warna oseanografi.
Kemudian, untuk Hyper-Angular Rainbow Polarimeter #2 dibuat oleh University of Maryland. Sementara Spectro-polarimeter for Planetary Exploration dikembangkan oleh konsorsium Belanda yang dipimpin oleh Netherland Institute for Space Research, Airbus Defence, dan Space Netherlands.
(rns/rns)