Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

KPK Harapkan Andil Menko Yusril untuk Percepat Pengesahan RUU Perampasan Aset

KPK Harapkan Andil Menko Yusril untuk Percepat Pengesahan RUU Perampasan Aset

Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan andil Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra untuk dapat mempercepat pengesahan RUU Perampasan Aset. 

Yusril diketahui sempat menyampaikan soal pemerintah memberikan atensi terhadap RUU tersebut.

“Dengan janji tersebut kita mengapresiasi dan berharap hal tersebut dapat menjadi booster teman-teman kita di DPR untuk bisa mempercepat prosesnya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/11/2024).

KPK mengapresiasi sikap pemerintah yang memberikan atensi terhadap RUU tersebut. Rancangan regulasi itu diyakini dapat mendukung upaya penegakan hukum di Indonesia.

“KPK mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset termasuk RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk menjadi salah satu prioritas dibahas di DPR,” ucap Tessa.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra memberikan atensinya terkait RUU Perampasan Aset. Menurutnya, RUU tersebut merupakan hal baru.

“Saya sudah mempelajari RUU itu dan menyadari ini merupakan hal baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam perundangan kita,” kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (8/11/2024).

Yusril menyebut, selama ini Indonesia hanya mengenal penyitaan ketika penyidikan serta perampasan atas harta atau barang bukti yang tertuang dalam putusan pengadilan. Sementara itu, perampasan tak termasuk kategori dimaksud.

“Perampasan ini di luar kategori itu sehingga harus dirumuskan dengan cermat agar menjamin keadilan, kepastian hukum, dan HAM,” tegasnya.

Yusril menyebut, pemerintah akan meneruskan pembahasan RUU Perampasan Aset yang diajukan ke DPR. Tidak ada niat untuk menarik kembali RUU dimaksud.

Di lain sisi, terbuka kesempatan bagi publik untuk memberikan masukan atas RUU Perampasan Aset. Hal itu, sebut Yusril, dapat dilakukan dengan menyumbangkan pikiran saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan DPR.