Jakarta –
Riset yang dilakukan PT HSBC Indonesia mengungkapkan, nasabah tajir di Indonesia menganggap dana sebesar US$ 340.000 atau Rp 5,37 miliar (1 US$ = Rp 15.796) menjadi jumlah ideal untuk memasuki masa pensiun. Hal ini disampaikan oleh Head of Network Sales and Distribution HSBC Indonesia Sumirat Gandapraja, Kamis (7/11/2024).
“Angka ini sederhana untuk nasabah kaya. Saya selalu bertanya ke nasabah saya, setiap bulan menghabiskan berapa rupiah? Saya menyimpulkan, sampai dengan pensiun pun mereka akan menghabiskan nominal yang sama tiap bulannya. Pada saat itu misalnya nasabah berusia 45 tahun, pada saat nanti usia pensiun di 55 tahun itu angka Rp 5 miliar sudah berbeda lagi nilainya karena angka inflasi juga pasti bertambah,” katanya di Insights Day di Jakarta.
Sumirat menganalogikan estimasi pengeluaran nasabah tajir misal di angka Rp 50 juta per bulan, maka dalam kurun waktu sepuluh tahun, mereka akan membutuhkan sekitar Rp 21 miliar. Oleh sebab itu, Sumirat bilang bahwa Rp 5,37 miliar menjadi angka yang sederhana untuk pensiunan nasabah tajir.
“Kalau nasabah saat ini berusia 40-45 tahun, dan spending per bulan katakanlah Rp 50 juta dalam sebulan, itu berarti mereka butuh kurang lebih Rp 21 miliar untuk pensiun di umur 55 tahun. Kembali lagi, ini untuk nasabah kaya, angka Rp 5,37 miliar itu bukan angka yang berlebihan. Ini untuk jangka waktu sepuluh tahun,” terang Sumirat..
Selain itu, Sumirat juga memaparkan bahwa angka Rp 5,37 miliar ini hanya untuk biaya hidup sehari-hari nasabah tajir, dan tidak ada pos untuk pendanaan lain selain biaya kebutuhan sehari-hari.
“Angka ini untuk biaya hidup suami-istri biasanya, kalau itu termasuk juga dalam pengeluaran travel, bayar pajak rumah, atau mungkin ganti kendaraan, dan lain-lain. Tidak ada dana di luar dari kebutuhan sehari-hari saja, hanya untuk pos dana pensiun,” tambahnya.
Bahkan, Sumirat menemukan fakta bahwa beberapa nasabah tajirnya mengakui membutuhkan angka lebih besar 6-7 kali lipat dari Rp 5,37 miliar.
“Dari pengalaman saya setiap hari bertemu nasabah, saya melihat bahwa angka itu sebenarnya jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan oleh nasabah kaya kita. Bahkan, mungkin ini cuma sepertiganya. Mungkin mereka tidak menghitung inflasi, atau mungkin benar-benar mau hidup sangat sederhana pada saat mereka pensiun. Saya juga bertemu dengan beberapa nasabah yang mengatakan angka yang dibutuhkan itu bahkan 6-7 kali lipat lebih besar,” tandas Sumirat.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Wealth and Personal Banking HSBC Indonesia Lanny Hendra menyatakan pihaknya mencoba merancang solusi kebutuhan nasabah dengan tiga pilar yang digunakan.
“Pertama, adalah wealth management dari produk, dari sisi pilihan produk itu selalu kita luncurkan. Kedua adalah lifestyle dan wellness, yang membuat kualitas hidupnya lebih baik. Kalau dia (nasabah) melakukan perencanaan dengan maksimal. Ketiga, pilar yang kita berikan juga adalah pendidikan internasional,” terang Lanny dalam paparannya.
(eds/eds)