Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Bos Mayora (MYOR) Minta Masa Tenggang 2 Tahun Terkait Label Warna Mamin

Bos Mayora (MYOR) Minta Masa Tenggang 2 Tahun Terkait Label Warna Mamin

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten makanan dan minuman, PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) meminta pemerintah memberikan masa tenggang (grace period) kepada para pemain mamin sebelum menerapkan kebijakan terkait pelabelan warna.

Perlu diketahui, pemerintah mewacanakan kebijakan pelabelan yang tertuang di dalam aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Aturan Pelaksana Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan 28/2024).

Pada beleid itu, tepatnya Pasal 194 PP Kesehatan menetapkan penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak akan mempertimbangkan kajian risiko maupun standar internasional.

Adapun, dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak, pemerintah pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak ini dilakukan dengan mempertimbangkan kajian risiko dan/atau standar internasional.

Direktur Utama Mayora Indah Andre Sukendra Atmadja mengatakan bahwa pemain mamin, termasuk Mayora Group, perlu mereformulasi kandungan gula di setiap produk, sehingga perlu adanya masa tenggang. Di samping itu, MYOR juga harus mengedukasi para konsumen dengan formula baru yang rendah gula.

“Kami sudah mulai me-riviu satu per satu produk kami, memang butuh waktu development, makanya kami minta grace period ke Kementerian Kesehatan untuk implementasinya ada grace period,” ujar Andre seusai acara Pelepasan Kontainer Ekspor Mayora Group ke-400.000 dengan Tujuan 15 Negara di Cikupa, Tangerang, Selasa (5/11/2024).

Emiten bersandi saham MYOR itu pun mengusulkan agar Kementerian Kesehatan melakukan hal yang sama alias equal playing field dengan industri siap saji dalam hal pelabelan warna.

“Jadi kami request harus equal playing field, mau [mamin] kemasan di label, industri siap saji juga harus bisa di-enforce pelabelannya. Kalau nggak, ini bahaya,” tuturnya.

Di samping itu, Andre juga mengkhawatirkan biaya produksi permen bebas gula akan merogoh kocek lebih mahal jika pemerintah mulai mengimplementasikan pelabelan kandungan gula pada produk mamin. Adapun, ongkos produksi permen bebas gula bisa melonjak hingga lima kali lipat dari biasanya.

“Kalau [biaya produksi] sugar free candy [permen bebas gula], nggak hanya 2 kali lipat, bisa 4–5 kali lipat,” tuturnya.

Bukan hanya itu, adanya pelabelan warna ini juga dikhawatirkan akan menimbulkan informasi yang keliru di masyarakat, terutama untuk produk permen yang akan mendapatkan label merah. Sebab, kata Andre, kandungan gula pada satu butir permen mencapai 40% atau 1,2 gram dari total berat bersih 3 gram.

Untuk itu, MYOR mengusulkan agar pemerintah tetap menggunakan logo centang “Pilihan Lebih Sehat” pada setiap kemasan produk mamin yang sudah ada seperti sebelumnya. Apalagi, dia mengungkap banyak perusahaan berbondong-bondong untuk berusaha masuk ke kategori batas gula, garam, dan lemak demi mendapatkan logo “Pilihan Lebih Sehat”.