Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

5 Poin Pembelaan Poltracking soal Beda Hasil Survei Pilkada Jakarta 2024

5 Poin Pembelaan Poltracking soal Beda Hasil Survei Pilkada Jakarta 2024

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga survei Poltracking Indonesia memutuskan keluar dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), imbas dari hasil survei Pilkada Jakarta 2024 yang dirilis pada pertengahan Oktober silam. 

Pengumuman keluarnya Poltracking ini disampaikan langsung oleh Direktur Poltracking Indonesia M. Aditya Pradana melalui surat resmi yang diterima Bisnis, Selasa (5/11/2024).

“Dengan hormat, Melalui surat ini, kami Poltracking Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Demikian surat ini kami sampaikan, terima kasih atas perhatiannya,” tulis M. Aditya Pradana. 

Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi menjelaskan lima poin pembelaan Poltracking seusai pihaknya dikenai sanksi oleh Persepi.

“Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta,” tuturnya. 

Masduri juga menyatakan Poltracking merasa diperlakukan tidak adil. Tak hanya itu, dia mengatakan keluarnya Poltracking dari Persepsi bukan karena melanggar etik, tetapi dari awal pihaknya merasa ada anggota dewan etik Persepsi yang tendensius pada Poltracking Indonesia.

“Biarkan publik yang menjadi hakim dan menilai, kebenaran akan menemukan jalannya,” tandasnya.

Berikut poin-poin pembelaan Poltracking seusai dikenai sanksi dari Persepi:

Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking karena hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Namun, tidak dijelaskan bagaimana dan kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. Padahal bagi Poltracking ini penting untuk disampaikan ke publik.
Sejak awal Poltracking sudah menyerahkan 2000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta dan raw data dari dashboard tersebut. Dikirmkan Poltracking pada 3 November 2024 dan hasilnya tidak ada perbedaan antara dua data tersebut.
Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking, padahal sudah jelas Poltracking menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.
Poltracking mengolah 2000 data, tetapi data invalid tidak memiliki nilai dalam akumulasi hasil. Hal tersebut sudah dijelaskan di depan dewan etik pada dua kali pertemuan dan dalam keterangan tertulis.
Bagi Poltracking, keputusan dewan etik tidak adil karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI. Poltracking sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data. Hal tersebut sudah dipaparkan dan jelaskan kepada dewan etik.

Hasil Survei Pilkada Jakarta Poltracking vs LSI 

Survei Poltracking mencatat pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono memeroleh angka elektabilitas sebesar 51,6% dan Pramono-Rano sebesar 36,4%. Pasangan yang diusung dari PDI Perjuangan (PDIP) itu berada di urutan kedua.

Hasil Poltracking tersebut berbanding terbalik dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang mengungkapkan bahwa pasangan Pramono Anung – Rano Karno memperoleh elektabilitas paling tinggi, sebesar 41,6%, melampaui elektabilitas Ridwan Kamil (RK) – Suswono yang sebesar 37,4%. 

Adapun, Periode pengumpulan data Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada 10-17 Oktober 2024, dan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024.

Imbas dari perbedaan hasil tersebut, Dewan Etik Persepi melakukan pemeriksaan hingga akhirnya memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia. 

Berdasarkan pernyataan resmi Persepi disebutkan bahwa Dewan Etik telah menyelesaikan penyelidikikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia.

Adpaun, kedua lembaga tersebut adalah anggota Persepi yang telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, dengan waktu pengumpulan data yang sama.

Periode pengumpulan data Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada 10-17 Oktober 2024, dan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024.

“Tujuan penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei,” sebut keterangan resmi Persepi yang dikutip pada Selasa (5/11/2024).