Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Airlangga Pastikan Pemerintah Jalankan Putusan MK Tentang Undang-Undang Cipta Kerja

Airlangga Pastikan Pemerintah Jalankan Putusan MK Tentang Undang-Undang Cipta Kerja

Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), khususnya terkait putusan tentang Undang Undang Ketenagakerjaan.

“Pemerintah akan mengikuti apa yang diputuskan MK. Oleh karena itu, dalam jangka pendek terkait pengupahan, yaitu Kemenaker berkomunikasi dengan pihak tenaga kerja, buruh, maupun dengan pengusaha,” ucap Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Jumat (1/11/2024).

Beberapa hal yang  disoroti dalam putusan MK adalah meminta pemerintah melakukan perbaikan regulasi yang menyangkut pengupahan, perjanjian kerja, outsourcing, dan hak-hak pekerja lainnya. 

Adapun aturan turunan tentang pengupahan dari UU Cipta Kerja adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. “Artinya dalam PP 51 juga  ada indeks tertentunya itu dikaitkan dengan kehidupan layak. Hanya di sini menjadi lebih tegas lagi saja,” terang Airlangga.

Dia mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga untuk mempelajari putusan MK. Salah satu isu yang sedang dibahas terkait ketenagakerjaan adalah penyusunan upah minimum provinsi (UMP).

“Kalau dari pemerintah kan yang paling penting sekarang penentuan UMP. Jadi itu dalam waktu, karena siklusnya masuk di November,” kata Airlangga.

Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (31/10/2204) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah pemohon lain terkait Undang-Undang Cipta Kerja. MK pun mengabulkan gugatan terhadap 21 pasal.

Sejumlah hal yang berubah berdasarkan putusan MK adalah  perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal 5 tahun dari sebelumnya tidak adanya syarat jangka waktu PKWT. Selain itu, MK menyatakan tenaga kerja berhak mendapat penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.

MK memasukkan makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua sebagai unsur upah. MK menyatakan tenaga kerja asing masih bisa bekerja di Indonesia, tetapi pemberi kerja harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia.

MK juga memperketat proses pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama jika terdapat proses perundingan bipartit. Jika tak mencapai kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, MK menyatakan PHK hanya dapat dilakukan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari lembaga berwenang.

MK juga memperjelas persoalan nilai minimal pesangon dalam putusannya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya keberatan dengan UU Cipta Kerja sehingga mendorong menghapus aturan upah murah, outsourcing seumur hidup, PHK dipermudah, pesangon rendah, karyawan kontrak tanpa periode jelas, tenaga kerja asing unskilled masuk tanpa izin, serta penghapusan hak cuti panjang dan cuti melahirkan dengan upah penuh.

Salah satu masalah yang disorot adalah PHK dipermudah dengan hanya melalui pesan singkat, seperti WhatsApp. “Bahkan, PHK sekarang bisa dilakukan hanya lewat WhatsApp dan disetujui oleh Dinas Tenaga Kerja. Ini jelas kebijakan neoliberal yang sangat merugikan buruh,” tambah Said Iqbal.

KSPI juga mengkritisi kebijakan pesangon rendah. Sebelumnya, pekerja yang di-PHK bisa mendapatkan pesangon hingga dua kali lipat dari aturan lama. “Sekarang, pekerja yang di-PHK hanya bisa mendapatkan 0,5 kali pesangon, bahkan mereka yang bekerja bertahun-tahun hanya mendapat Rp 10 juta,” tegasnya.