Jakarta –
Fenomena mal sepi melanda Malaysia. Kondisi ini terjadi di tengah masifnya pembangunan gedung-gedung pusat perbelanjaan di Negeri Jiran.
Dikutip dari Al Jazeera, Selasa (16/7/2024), negara berpopulasi 33 juta orang ini memiliki lebih dari 1.000 mal per akhir 2023. Pada tahun 2022 Asosiasi Pusat Perbelanjaan Malaysia melaporkan 40% mal dan pusat ritel berlokasi hanya di Kuala Lumpur dengan jumlah sekitar 727.
Menurut laporan Pusat Informasi Properti Nasional (NAPIC), luas ruang ritel Malaysia mencapai 17,69 juta meter persegi pada tahun 2023, naik dari 16,51 juta dibanding 2019. Sayangnya peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan okupansi.
Tercatat tingkat okupansi mal di Malaysia masih lebih rendah dibanding sebelum pandemi COVID-19, yakni sebesar 77,4% pada tahun 2023. Sebelum pandemi tingkat okupansi mencapai 81,4% pada 2016, lalu 79,2% pada 2019, dan 75,4% pada 2022.
Tingkat okupansi di tahun 2022 merupakan yang terendah di Malaysia dalam 20 tahun terakhir. Sebenarnya tidak semua mal di negara sepi.
Sebut saja Exchange TRX Mall yang punya ruang sewa 125 ribu meter persegi dan taman atap seluas 10 hektare yang punya okupansi 95%. Sejak dibuka pada November tahun lalu, mal ini berhasil menarik banyak pengunjung untuk datang.
Sayangnya mayoritas Mal di Malaysia sulit menarik pengunjung meskipun lokasinya ada di ibu kota. Dibuka pada awal Oktober, tahap pertama Paviliun Damansara Heights relatif kosong pada kunjungan akhir pekan baru-baru ini.
Meski lantai bawahnya masih dikunjungi pelanggan, lantai atasnya hampir tidak didatangi pengunjung. Sejumlah outlet menolak berkomentar saat dimintai keterangan soal kondisi bisnisnya.
Goh Sook salah satu pemilik toko komputer di Mal 3 Damansara mengeluhkan sepinya kondisi mal. Sambil menatap koridor mal yang sepi, ia mendengar kompetisi taekwondo di lantai dasar mal tersebut.
“Ada kompetisi taekwondo di bawah, tapi siapa yang akan datang ke sini,” kata pria berusia 48 tahun itu.
Di sampingnya berdiri seorang pelanggan setianya bernama Rudi Sim. Goh menyebut bisnisnya saat ini sangat bergantung pada pelanggan lama, sebab pelanggan baru yang datang lebih sedikit.
“Terkadang saya tidak bisa balik modal,” ujar dia.
(ily/kil)