Sumenep (beritajatim.com) – Festival ‘Tan Pangantanan’ yang diikuti siswa TK dan SD di Sumenep ini ternyata bukan sekedar karnaval baju pengantin. Namun ada filosofi mendalam yang ingin disampaikan dalam acara unik ini.
Wakil Bupati Sumenep, Dewi Khalifah mengatakan, Festival Tan Pangantanan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Apalagi di Sumenep memang ada keraton. Hanya saja, dulu festival ini dikenal sebagai “Dhe’ Nong Dhe’ Ne’ Nang”.
“Dhe’ Nong Dhe’ Ne’ Nang ini dulu merupakan permainan anak-anak, yang berbentuk lagu. Jadi sambil diiringi lagu Dhe’ Nong Dhe’ Ne’ Nang, anak-anak bermain seolah jadi pengantin,” katanya, Sabtu (25/05/2024).
Ia menjelaskan, kalimat dalam Bahasa Madura: dhe’ nong dhe’ artinya merunduk. Ini filosofinya adalah mengajarkan kepada anak-anak agar menjadi pribadi yang tawadhu’ dan menghormati kepada orang yang lebih tua.
“Yang ibu-ibunya ini pasti tahu ya dengan lagu itu. Kemudian syair terusannya: mon ta’ nong dhe’ jaga jaggur. Itu artinya, kalau tidak merunduk, tidak tawadu’, maka akan disisihkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Karena itulah, lanjut Dewi Khalifah, dengan Festival Tan Pangantanan ini, Pemkab Sumenep ingin mengajarkan tentang pendidikan kepada anak-anak, mengajarkan tentang kerukunan, dan juga ketauladanan.
“Jadi festival ini memang filosofinya kuat. Bukan seperti karnaval biasa. Ini ada ajaran leluhur yang harus diperhatikan,” ucapnya.
Peserta festival tan pangantanan Sumenep
Di sisi lain, ia juga berharap agar Festival Tan Pangantanan yang menjadi bagian dari ‘Calender of Event Sumenep ini mampu menggerakkan roda perekonomian Sumenep dengan menghidupkan UMKM.
Pada Sabtu (25/05/2024), Dinas Pendidikan Sumenep bekerja sama dengan Komunitas Peduli Pendidikan menggelar Festival ‘Tan Pangantanan’. Festival bertema ‘Ngopene Enmaenan Kona’ (merawat permainan tradisional: red) tersebut diikuti perwakilan siswa dari 20 sekolah di kecamatan daratan Sumenep. Ada 43 kontingen, terdiri dari siswa TK 25 kontingen dan SD 18 kontingen.
Para peserta festival ini ada yang berdandan seperti pengantin. Kemudian juga ada yang berdandan sebagai orang tua pengantin, juga para dayang-dayang atau pengiring, persis seperti rombongan pengantin pada umumnya. Mereka berdandan a la pengantin tradisional Sumenep. (tem/ted)