Jakarta, CNN Indonesia —
Kedua mantan menteri perdagangan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) Thomas Lembong dan Muhammad Lutfi terlihat bersilang pendapat terkait penggunaan nikel untuk baterai mobil listrik.
Sebelumnya dua bahan baku pembuat baterai mobil listrik, yakni lithium ferro phosphate (LFP) dan nikel tengah menjadi perbincangan usai disinggung saat debat keempat cawapres, Minggu (21/1) silam.
Calon wakil presiden nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka menuding tim sukses pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, termasuk Thomas, melakukan kebohongan publik.
Pasalnya, Thomas sempat menyebut bahwa Tesla tidak menggunakan baterai kendaraan listrik yang berbahan baku nikel.
“Jadi 100 persen dari semua mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok menggunakan baterai yang mengandung 0 persen nikel, dan 0 persen kobalt. Jadi baterainya lithium iron phosphate (LFP). Jadi pakai besi, pakai fosfat, masih tetap pake lithium, tapi sudah tidak lagi pakai nikel, tidak lagi pakai kobalt,” tutur pria yang akrab disapa Tom itu dalam podcast dari kanal YouTube Total Politik.
Namun menurut Gibran, Tesla menggunakan baterai berbahan baku nikel dan bukan LFP. Gibran heran karena tim sukses Anies-Cak Imin kerap membahas LFP.
“Sering bicara LFP-LFP, lithium ferro-phosphate, Tesla enggak pakai nikel. Ini kan kebohongan publik, mohon maaf. Tesla itu pakai nikel, Pak,” kata Gibran.
Menanggapi hal ini, melalui unggahan video di akun media sosial pribadinya, Lutfi mengatakan produsen mobil listrik masih banyak yang menggunakan baterai berkomponen nikel. Menurut dia, mobil listrik yang menggunakan baterai nikel dapat tahan lebih lama karena daya listriknya yang lebih tinggi.
“Tapi lu tahu enggak kalau nikel masih menjadi baterai pilihan produsen mobil listrik. Kenapa? Karena nikel itu lebih energi dense. Bisa muat lebih banyak energi, lebih kecil, dan lebih ringan juga. Jadi mobil Tesla-nya bisa pergi lebih jauh sekali charge,” ujar Lutfi.
Ia pun merujuk pada data Badan Energi Internasional (IEA) yang menunjukkan pada 2022 penggunaan nikel tetap menjadi komponen baterai listrik terbesar dengan pangsa pasar sebesar 60 persen. Sementara penggunaan baterai LFP pada mobil listrik hanya sebesar 27 persen pada 2022.
Selain itu, Tom dan Lutfi juga berbeda pandangan terkait pendapatan penjualan nikel.
Dalam podcast Total Politik tersebut, Tom memperkirakan terjadi kelebihan pasokan nikel global pada 2025 lantaran gencarnya pembangunan pabrik smelter di Indonesia. Ia menilai hai itu membuat harga nikel di pasar global anjlok.
“Diprediksi tahun depan akan terjadi surplus stok nikel di dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Jadi dengan begitu gencarnya dibangun smelter di Indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel. Harga jatuh, terjadi kondisi oversupply,” tuturnya.
Di sisi lain Lutfi menilai justru pendapatan nikel mengalami peningkatan sebesar lima kali lipat sejak 2015 dengan pendapatan ekspor lebih dari Rp500 triliun.
“Tapi katanya ada yang bilang kalau pendapatan nikel dari penjualan itu rendah ya? 2015 aja peningkatan pendapatan ekspor ke Indonesia sudah melesat 5 kali lipat dengan angka lebih dari Rp500 triliun,” ujar Lutfi.
Lutfi optimis pendapat nikel dalam negeri akan terus meningkat apabila Indonesia terus melanjutkan hilirisasi nikel. Menurut dia, pemanfaatan hilirisasi nikel tak hanya dapat memperkuat perekonomian, tapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin di industri energi bersih.
(del/agt)