Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah menyempurnakan roadmap atau peta jalan hilirisasi untuk 28 komoditas prioritas guna mengoptimalisasi potensi yang ada.
Terlebih, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membidik rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 8% dalam 5 tahun ke depan. Untuk mewujudkan target sekaligus mencapai visi misi Indonesia Emas 2045, sektor hilirisasi memiliki peranan penting sebagai penopang.
Ahli Madya Bidang Hilirisasi Minyak dan Gas Bumi Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Ikhsan Adhi mengatakan sebelumnya peta jalan hilirisasi 2022-2023 telah menjadi acuan. Kendati demikian, terdapat beberapa fokus pembaruan untuk makin mendorong gairah investasi sektor hilirisasi.
“Sekarang di tahun ini kita sedang melakukan penajaman terhadap beberapa komoditas utama serta ada 2 aspek yaitu akselerasi dan optimalisasi yang akan kita paripurnakan dari sisi aspek finansial, aspek teknis, dan aspek legal,” kata Ikhsan usai agenda Coffee Morning: Peranan Hilirisasi Industri Menuju Indonesia Emas 2045, Jumat (1/11/2024).
Dia mencontohkan, hilirisasi nikel dalam mengalami peningkatan pesat sekaligus mengoptimalkan posisi cadangan nikel Indonesia sebesar 21 juta ton. Peningkatan nilai tambah komoditas tersebut juga diiringi dengan larangan ekspor sejak 2020.
Sebelum pelarangan, nilai ekspor nikel mencapai US$3 miliar, setelah dilakukan sinkronisasi larangan posisi nilai tambah komoditas meningkat hingga lebih dari US$30 miliar.
Pihaknya juga memproyeksi dampak ekonomi dari hilirisasi nikel yakni nilai investasi yang mencapai US$127,90 miliar pada 2023-2040 hingga peningkatan devisa mencapai US$81,00 miliar. Sedangkan, kontribusi terhadap PDB mencapai US$43,20 miliar pada 2040 dan tenaga kerja sebanyak 357.000 pekerja.
“Hilirisasi menjadi kendaraan yang dipergunakan oleh pemerintah memastikan skala kepentingan terserap rata untuk seluruh stakeholder. Untuk menciptakan kemandirian nasional, di industri hulu kita optimize agar output nya mendorong pelaku usaha dari hulu ke hilir,” ujarnya.
Pemerintah juga memastikan bahwa investor yang masuk di sektor hilirisasi dapat mendorong kolaborasi investasi besar dengan pengusaha nasional daerah sebagaimana tertuan dalam Peraturan Menteri Investasi No 1/2022.
Dengan demikian, hilirisasi dapat berdampak pada peningkatan sumber pertumbuhan baru untuk mewujudkan visi Indonesia sentris, pengusaha daerah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, UMKM naik kelas, dan pemerataan ekonomi.
Adapun, 28 komoditas prioritas hilirisasi dalam peta jalan yang tengah disempurnakan saat ini mencakup sektor mineral, batubara, minyak da gas bumi, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan.
Di sektor mineral, komoditasnya mencakup nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, pasir silika, mangan, kobal, dan logam tanah jarang. Sektor batubara dan aspal buton, sektor migas bumi, perkebunan mencakup sawit, kelapa, karet, biofuel, kakao, dan pala.
Selanjutnya, sektor kehutanan yaitu kayu balok dan getah pinus. Sementara di sektor perikanan mencakup udang, ikan TCT, rajungan, dan tilapia, serta sektor kelautan yaitu rumput laut dan potensi lahan garam.
“Pada prinsipnya, nanti kajian [peta jalan hilirisasi] ini akan menjadi paduan bagi semua, baik pemerintah maupun stakeholder dalam melakukan hilirisasi di Indonesia,” tuturnya.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, progres realisasi penanaman modal di bidang hilirisasi sejak hilirisasi digaungkan yakni tahun 2020 hingga September 2024 total nilai nya mencapai Rp1.245,80 triliun.
Capaian realisasi tersebut berasal dari berbagai sektor mencakup mineral berupa smelter nikel, tembaga, bauksit, dan timah senilai Rp759,83 triliun. Lalu, hilirisasi kehutanan di subsektor pulp dan paper sebesar Rp196,99 triliun.
Lebih lanjut, penanaman modal bidang hilirisasi pertanian berupa CPO/oleochemical mencapai Rp130,23 triliun, sektor migas berupa petrochemical senilai Rp139,61 triliun, dan ekosistem kendaraan listrik, khususnya baterai mencapai Rp19,14 triliun.