Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana mempelajari terlebih dahulu amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemerintah dan DPR mengeluarkan kluster atau aturan ketenagakerjaan dari Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons putusan MK tersebut. Pembahasan amar putusan ini akan dilakukan bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas bersama dengan DPR selaku institusi pembuat UU.
“Kalau itu kan kita masih pelajari amar keputusannya dan pertimbangannya,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Sebagaimana diketahui, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan pemisahan kluster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja diperlukan untuk menghindari perhimpitan norma antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan yang telah ada.
Mahkamah menilai norma-norma baru dalam UU Cipta Kerja sulit dipahami oleh masyarakat awam dan pekerja. Jika masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan, maka tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.
“Dengan Undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-undang ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan,” bunyi pertimbangan hukum MK yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny, Kamis kemarin (31/10) dilansir CNN Indonesia.
“Selain itu, sejumlah materi atau substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah Undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam Undang-undang ketenagakerjaan,” ucap Enny.
Putusan ini menjadi bagian dalam putusanperkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan sejumlah konfederasi buruh lainnya.
Dalam keputusan sepanjang 687 halaman tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil dan meminta agar segera dibentuk UU ketenagakerjaan yang baru dan terpisah dari UU Cipta Kerja.
MK juga menguraikan enam klaster dalil permohonan dalam putusan ini, antara lain terkait penggunaan tenaga kerja asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya, upah, pemutusan hubungan kerja, dan kompensasi.
Para hakim konstitusi menyatakan dengan adanya UU baru, masalah ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan substansi ketenagakerjaan dapat diatasi.
(haa/haa)