Jakarta, CNBC Indonesia – Temu dikenal sebagai platform e-commerce yang menjual barang dengan harga sangat murah dibandingkan dengan harga di pasaran.
Platform ecommerce China ini menjual barang sangat murah dengan mengirim barang langsung dari pabrik pengguna. Pabrik yang bekerja sama dengan Temu dituntut untuk memasang harga termurah, kemudian Temu menanggung biaya logistik dan pemasaran hingga ke tangan pembeli.
Lalu banyak yang bertanya-tanya bagaimana cara perusahaan bisa mendapatkan untung dengan jualan barang murah?
Seperti platform e-commerce lainnya, Temu menggunakan berbagai sumber pendapatan untuk mempertahankan operasinya dan mendorong pertumbuhan.
Berikut adalah empat cara Temu menghasilkan keuntungan dari berjualan barang murah.
1. Biaya Transaksi
Mirip dengan model Amazon, Temu mengenakan komisi kepada pedagang atas setiap penjualan yang dilakukan melalui platformnya. Komisi ini berfungsi sebagai sumber pendapatan utama bagi Temu, yang memungkinkannya menghasilkan pendapatan dari transaksi yang difasilitasi di platform.
Barang yang murah mendorong permintaan makin tinggi yang berarti volume transaksi makin besar. Artinya, makin murah barang yang ditawarkan di Temu, makin besar pula pendapatan platform.
2. Layanan Pemasaran Online
Temu menawarkan peluang iklan dan promosi kepada pedagang, yang memungkinkan mereka memperluas jangkauan dan menarik lebih banyak pembeli. Melalui layanan pemasaran berbayar, pedagang dapat meningkatkan visibilitas mereka di platform Temu, yang mendorong penjualan dan pendapatan.
3. Biaya Pengiriman
Meskipun Temu sering menyediakan pengiriman gratis, perusahaan juga menghasilkan pendapatan dari biaya pengiriman untuk produk tertentu atau opsi pengiriman cepat.
Biaya ini berkontribusi pada pendapatan Temu, terutama untuk produk yang biaya pengirimannya dibebankan kepada pelanggan.
4. Afiliasi
Temu dapat memperoleh komisi dengan mengarahkan pelanggan ke situs web atau layanan lain melalui tautan afiliasi.
Dengan memanfaatkan platform dan basis penggunanya, Temu dapat memperoleh pendapatan tambahan melalui kemitraan pemasaran afiliasi, yang selanjutnya mendiversifikasi sumber pendapatannya.
Namun, saat ini Temu diyakini masih rugi karena tingginya biaya yang terkait dengan akuisisi pelanggan melalui diskon dan strategi pemasaran.
Hancurkan UMKM
Selain itu, margin laba yang rendah akibat penjualan produk dengan diskon besar berkontribusi pada tantangan profitabilitas Temu.
Pola bisnis Temu ini yang membuat pemerintah Indonesia cemas atas dampaknya terhadap UMKM. Mereka membanjiri pasar dengan barang murah impor tanpa melibatkan satupun pengusaha lokal sebagai perantara.
Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada menyebut Temu sebagai aplikasi e-commerce pembunuh UMKM asal China. Bahkan, katanya, aplikasi ini sudah menyerang pasar Amerika Serikat dan Eropa dengan subsidi harga yang mencapai 100%, atau konsumen hanya membayar biaya ongkos kirim.
“Temu ini aplikasi jahat dari China, yang kalau dibiarkan masuk [ke tanah air], maka UMKM kita sudah pasti mati. Ini barang langsung datang dari pabrik di China, kemudian tidak ada seller, tidak ada reseller, tidak ada dropshiper, dan tidak ada affiliator. Jadi tidak ada komisi berjenjang seperti yang e-commerce lainnya,” kata Wientor beberapa waktu yang lalu.
Wientor menyampaikan, praktik pemberian subsidi yang begitu besar dari platform ini dilakukan hampir di setiap negara. Pihaknya pun mengindikasikan, di beberapa kondisi aplikasi Temu memberikan harga hingga 0%, atau konsumen hanya dibebankan biaya ongkos kirim saja.
“Jadi kalau mereka kemudian memberikan diskon 90% itu yang dilakukan hampir di setiap negara. Bahkan kami mengindikasikan, di beberapa kondisi mereka memberikan harga 0%. Di AS mereka sempat memberikan harga 0%. Jadi pembeli hanya membayar ongkos kirim,” ujarnya.
Ia berasumsi, barang yang dijual di platform Temu merupakan barang-barang yang tidak laku di pasar China, sedangkan Negeri Tirai Bambu itu mengalami surplus barang, sehingga mereka harus mengeluarkan barang yang berlebih itu dari negaranya, dengan cara menjual dengan harga yang sangat murah.
“Asumsi kami, yang dijual di Temu itu adalah barang-barang deadstock atau yang tidak laku di China, kemudian dilempar ke negara lain. Karena kan kondisi ekonomi di China sekarang ini sedang surplus barang. Mereka harus mengeluarkan itu dari negerinya, dan salah satu cara mengeluarkan itu adalah melalui platform yang mereka punya. Itu terjadi di AS dan di Eropa. Jadi bukan tidak mungkin itu akan dilakukan di negara kita,” terang dia.
(dem/dem)