Jakarta, CNN Indonesia —
Hotman Paris mendesak pemerintah daerah merevisi aturan kenaikan pajak hiburan 40-75 persen karena klaimnya, kebijakan itu telah membuat Presiden Jokowi marah.
Pengacara kondang itu mengklaim Jokowi marah karena tak tahu detail soal kenaikan tarif pajak hiburan di UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Itulah yang menjadi alasan Hotman, Inul Daratista, dan para pebisnis di bidang jasa hiburan lainnya masif melayangkan protes.
Hotman-Inul Cs lantas menggeruduk kantor Menko Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meminta solusi terkait kenaikan tarif pajak kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa itu. Usai audiensi dengan Airlangga, Hotman mengklaim para pengusaha sudah mengantongi solusi sementara.
Ia mengacu pada pasal 101 UU HKPD, di mana pemda bisa memberikan insentif fiskal. Ada pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.
“Pemda berhak kalau sudah keburu keluarkan (peraturan daerah), pemda dia berhak membatalkan itu. Dengan mengatakan kembali kepada perda yang lama,” ucap Hotman usai bertemu Airlangga di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (22/1).
Hotman juga mengutip Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD. Menurutnya, ini memperkuat desakan pengusaha agar pemda tak mengerek tarif pajak hiburan.
Berdasarkan audiensi dengan Menko Perekonomian Airlangga dan terbitnya SE mendagri, Hotman mengimbau para pejabat pemerintah daerah segera kembali ke aturan pajak lama.
“Jadi kepada semua pemda sudah boleh kau menerapkan, kau sudah boleh tidak patuh untuk melaksanakan yang 40 persen. Kau (pemda) berwenang kembali ke tarif pajak lama sesuai dengan perintah Presiden Jokowi melalui menteri dalam negeri yang dasarnya adalah pasal 101 (UU HKPD),” tandasnya.
Terpisah, Airlangga mengatakan insentif fiskal itu ditetapkan melalui peraturan kepala daerah (perkada) dengan memberitahukan kepada DPRD. Menurutnya, keringanan yang diatur di pasal 101 UU HKPD membuat bupati atau wali kota bisa mematok tarif lebih rendah dari 75 persen, bahkan di bawah batas minimal 40 persen.
“Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh). Sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya,” kata Airlangga dalam keterangan resmi, Sabtu (20/1).
(skt/agt)