Jakarta –
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Jessica Kumala Wongso memanfaatkan film dokumenter ‘Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso’ untuk menarik simpati masyarakat. Apa kata pihak Jessica menanggapi pernyataan tersebut?
“Itu salah besar ya. Kita mana bisa intervensi itu, dokumenter itu, ice cold itu. Itu murni mereka buat sendiri. Jadi kita nggak ada memanfaatkan itu,” kata kuasa hukum Jessica Wongso, Sordame Purba usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
Sordame mengatakan apa yang ditampilkan dalam film dokumenter itu merupakan apa adanya. Dia membantah jika pihaknya memanfaatkan film dokumenter tersebut.
“Dan apa yang ada di dalam itu, sebenarnya apa adanya, kalau kemudian ada pihak-pihak yang merasa dirugikan itu, itu di luar pengetahuan kami ya. Karena memang semua sama, pihak daripada produsernya itu untuk meminta pendapat daripada semua pihak. Kita sendiri sampai itu ditayang, kita nggak tahu apa isinya. Jadi nggak mungkin. Jadi itu hanya, ya biasalah dari mereka ya,” ujarnya.
Kuasa hukum Jessica lainnya, Hidayat Bostam menyebut produser film dokumenter itu juga meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk dari jaksa. Dia mempersilakan masyarakat menilai film itu dan permohonan PK Jessica.
“Mungkin saya tambahin sedikit tentang dokumenter ya. Jadi semua pihak diberikan kesempatan untuk memberikan satu, apa namanya, masuk tanggapannya dalam persidangan ya. Waktu 2016. Jaksa juga muncul, semua muncul. Nah, jadi dokumenter itu melihat, dan itu juga jangan kita yang menilai, yang menilai sebagai masyarakat, seperti apa,” ujar Hidayat Bostam.
“Ya lelah sekali ya, hari yang melelahkan. Kalian juga lelah, semoga istirahat malam ini yang tenang. Jadi kita siap berjuang lagi minggu depan,” ujar Jessica.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut terpidana Jessica Kumala Wongso memanfaatkan momentum film dokumenter untuk menarik simpati. Jaksa menyebut film dokumenter itu berhasil mengelabui sebagian besar masyarakat.
“Pemohon Peninjauan Kembali ketiga dan kuasa hukumnya tampak juga memanfaatkan momentum dokumenter Jessica Wongso yang disiarkan oleh Netflix, yang secara ironis berhasil mengelabui sebagian besar masyarakat Indonesia,” kata Jàksa Sandy Handika saat memberikan jawaban atas memori PK Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
“Mereka yang merasa inferior terhadap produk luar negeri menganggap bahwa dokumenter tersebut hanya karena diproduksi oleh pihak asing memiliki kebenaran yang lebih tinggi derajatnya, daripada putusan hukum di Indonesia. Padahal, fakta-fakta dalam perkara ini sudah diuji dan terbukti secara jelas di berbagai tingkat peradilan, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung melalui kasasi dan dua kali Peninjauan Kembali,” ujarnya.
Dia mengatakan banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu juga telah memberikan keterangan dalam persidangan tersebut. Dia menyebut Jessica dan kuasa hukumnya berusaha memutarbalikkan kenyataan yang dibungkus nuansa internasional melalui film dokumenter tersebut.
“Beragam ahli ditemukan dari berbagai disiplin ilmu pun sudah dihadirkan untuk menyampaikan pengetahuan dan analisisnya. Namun pemohon Peninjauan Kembali ketiga dan kuasa hukumnya tetap berusaha memutar balikkan kenyataan, dengan menyalurkan narasi palsu yang dibungkus dengan nuansa internasional seolah-olah untuk memancing simpati dan mempengaruhi persepsi publik,” ujarnya.
(mib/azh)