Jakarta –
PT Primissima (Persero) merumahkan dan menunggak pembayaran gaji karyawan. Hal itu terjadi karena perusahaan menghadapi persoalan keuangan. Lalu, bagaimana profil perusahaan?
Dikutip dari laman perusahaan, Kamis (11/7/2024), Primissima didirikan sebagai perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1969.
Penyertaan Pemerintah RI berupa mesin-mesin pemintalan dan pertenunan serta perlengkapannya yang merupakan grant (hibah) dari Pemerintah Belanda. Grant tersebut berasal dari para pengusaha tekstil Belanda yang ditujukan kepada GKBI untuk melestarikan produksi mori berkualitas tinggi (Primissima cap Cent). Sedangkan penyertaan dari GKBI berupa tanah, bangunan pabrik, biaya pemasangan dan modal kerja.
Pendirian PT Primissima dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 1970 dan direalisasikan dengan Akte Nomor 31 tanggal 22 Juni 1971 dihadapan Notaris Raden Soerojo Wongsowidjojo, SH.
Primissima sendiri merupakan BUMN titip kelola atau di bawah penanganan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Berdasarkan data yang disajikan Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi saat rapat dengan Komisi VI 26 Juni 2024 lalu, terdapat 22 BUMN sakit yang ditangani PPA.
Dari 22 BUMN itu, sebanyak 4 BUMN rencananya akan diinbreng atau dialihkan ke Danareksa. Kemudian, 4 BUMN butuh penanganan lebih lanjut di mana salah satunya adalah Primissima.
Sebanyak 6 BUMN berpotensi operasi minimum. Lalu, sebanyak 8 BUMN dibubarkan.
Penjelasan Bos Primissima di halaman berikutnya. Langsung klik
Dikutip dari detikJogja, Direktur Utama PT Primissima Usmansyah mengakui beberapa tahun terakhir menderita krisis keuangan sehingga terpaksa merumahkan karyawan dan mencicil gaji.
“Perumahan itu terpaksa kami lakukan memang karena betul-betul kalau dibiarkan akan merugikan karyawan dan perusahaan, pertama kami posisinya pada saat perumahan itu tidak bisa membayarkan gaji untuk bulan sebelumnya,” katanya.
Dijelaskannya, per tanggal 1 Juni lalu, Primissima mulai tidak menjalankan operasional perusahaan. Perusahaan kemudian mencari solusi dengan meliburkan pekerja selama 11 hari dengan gaji penuh.
Selanjutnya, para pekerja resmi dirumahkan mulai 12 Juni lalu dengan menerima gaji sebesar 25% walaupun statusnya menjadi utang perusahaan. Dia mengatakan total 425 karyawan yang dirumahkan.
“Mereka dirumahkan dengan gaji 25%. Tapi memang statusnya utang semua, tercatat semua di perusahaan, jadi anytime kami punya uang mereka bisa menuntut,” imbuhnya.
“Total karyawan 425, semuanya belum gajian termasuk manajemen dan direksi. Perumahan resminya tanggal 12 Juni,” kata Usmansyah.
Usmansyah mengatakan total gaji yang belum terbayarkan hingga saat ini setara gaji selama 5 bulan kerja. Perusahaan pun hingga saat ini tak mampu membayarkan gaji karena tak punya modal kerja.
“Kami total kalau dihitung globalnya sekitar lima bulan tidak gajian. Tapi itu merata mulai bulan April 2022 itu ada kurang 8 persen, Mei kurang 8 persen. Jadi tidak lima bulan nggak gajian, pasti dibayar tapi jumlahnya tidak penuh. Kalau ditotal itu setara 5 bulan gaji. Tapi kita yang betul-betul nggak gajian 2 bulan ini, semua,” jelas dia.