Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Perang Israel di Timur Tengah belum juga usai. Pasukan zionis secara konstan masih terus menyerang wilayah Gaza di Palestina hingga Lebanon.
Di sisi lain, Komite PBB kini mengatakan metode perang Israel di Gaza sejalan dengan “genosida”, termasuk penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
Berikut update terkait situasi di wilayah Timur Tengah saat ini, sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Kamis (14/11/2024):
PBB Sebut Metode Perang Israel di Gaza adalah Genosida
Komite khusus PBB untuk menyelidiki praktik Israel telah merilis laporan yang menyatakan bahwa korban sipil massal dan kondisi yang mengancam jiwa “sengaja dipaksakan” kepada warga Palestina di Gaza oleh tentara Israel. Menurut mereka, ini adalah genosida.
“Sejak awal perang, pejabat Israel secara terbuka mendukung kebijakan yang merampas kebutuhan pokok warga Palestina yang dibutuhkan untuk bertahan hidup – makanan, air, dan bahan bakar,” kata komite tersebut dalam siaran pers, seperti dikutip Al Jazeera.
“Pernyataan-pernyataan ini beserta campur tangan sistematis dan melanggar hukum terhadap bantuan kemanusiaan memperjelas niat Israel untuk memanfaatkan pasokan penyelamat jiwa demi keuntungan politik dan militer,” lanjutnya.
Temuan laporan tersebut – bahwa Israel sengaja menahan bantuan dari Jalur Gaza, menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, dan ceroboh dalam menimbulkan korban sipil – konsisten dengan kecaman PBB dan kemanusiaan lainnya atas tindakan Israel.
Meski begitu, istilah “genosida” jarang diterapkan pada perang Israel di Gaza oleh badan mana pun yang terkait dengan PBB.
HRW: Pengungsian Paksa oleh Israel di Gaza Adalah Kejahatan Perang
Pihak berwenang Israel telah menyebabkan pengungsian paksa besar-besaran dan disengaja terhadap warga Palestina di Gaza, yang merupakan kejahatan perang. demikian temuan laporan baru oleh Human Rights Watch (HRW).
Organisasi hak asasi manusia internasional tersebut menganalisis citra satelit, perintah evakuasi paksa Israel, dan pernyataan pejabat senior Israel untuk menunjukkan bahwa pihak berwenang di Israel secara sengaja dan permanen membuat warga Palestina tidak mungkin kembali ke sebagian besar wilayah Gaza.
“Pasukan Israel telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur air, sanitasi, komunikasi, energi, dan transportasi di Gaza serta sekolah dan rumah sakitnya” dan “secara sistematis menghancurkan kebun buah, ladang, dan rumah kaca”, kata penulis laporan Nadia Hardman kepada wartawan dalam konferensi pers sebelum laporan tersebut dirilis pada Kamis.
Israel Selidiki Pembunuhan di Gaza Utara Terkait Pelanggaran Hukum Internasional
Surat kabar Israel Haaretz melaporkan, militer telah mengidentifikasi “sedikitnya 16” serangan di Gaza utara yang akan diselidiki karena berada di bawah pengawasan internasional yang ketat atas serangannya di wilayah tersebut.
Sejak 6 Oktober, Israel tanpa henti mengebom Gaza utara, menewaskan sedikitnya 1.000 orang, memutus jalur bantuan ke wilayah tersebut, dan menghancurkan banyak rumah dan bangunan lain dalam apa yang banyak orang katakan sebagai upaya pembersihan etnis.
Haaretz melaporkan, militer mengalami kesulitan membenarkan skala pembunuhan dan penghancuran tersebut.
Penyelidikan atas serangan antara 21 Oktober dan 2 November akan dilakukan oleh “Mekanisme Staf Umum untuk Penilaian Pencari Fakta, alias Mekanisme FFA”, menurut harian tersebut.
“Pemeriksaan ini dilakukan jika ada kecurigaan bahwa serangan itu tidak proporsional, atau melampaui hukum internasional,” lapornya. “Sistem investigasi Staf Umum mengirimkan rekomendasinya kepada Advokat Jenderal Militer, yang memutuskan apakah akan membuka investigasi kriminal.”
Mengutip organisasi hak asasi manusia, laporan tersebut menambahkan bahwa, berdasarkan rekam jejaknya, apa yang disebut mekanisme akuntabilitas ini akan digunakan untuk menutupi tindakan ilegal tanpa mengarah pada investigasi kriminal apa pun.
“Investigasi Mekanisme FFA berlangsung selama bertahun-tahun (dibandingkan dengan beberapa hari atau minggu di angkatan darat lain), dan sebagian besar ditutup tanpa memulai investigasi kriminal terhadap mereka yang terlibat,” kata Haaretz.
Rencana Baru Menteri Israel, Minta Rebut Banyak Tanah di Gaza
Menteri Pemukiman Israel Orit Strock mengatakan kepada surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, ia menyarankan pemerintah bahwa Israel perlu “merebut lebih banyak tanah di Gaza sehingga Hamas memahami bahwa ada harga yang tidak ingin mereka bayar”.
“Saya tidak akan setuju dengan penarikan pasukan kami dari Gaza, dan saya akan meninggalkan pemerintahan jika kami keluar dari Koridor Philadelphia,” katanya seperti dikutip media tersebut.
Strock juga mengatakan Israel harus mencaplok Tepi Barat yang diduduki, dengan mengklaim bahwa “hak nasional atas tanah di sana seharusnya hanya dimiliki oleh orang Israel.
“Orang Palestina dapat tinggal di Yudea dan Samaria, dan kami harus memberi mereka hak penuh sebagai manusia, tetapi mereka tidak akan dapat memberikan suara dalam pemilihan Knesset [parlemen Israel],” katanya, merujuk ke Tepi Barat dengan nama wilayah tersebut dalam Alkitab.
Strock menolak solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, dan mengatakan bahwa itu bukanlah solusi “melainkan bencana”.
Tentara Israel Tewas Berguguran di Lebanon
Sebanyak enam orang tentara Israel (IDF) dilaporkan tewas dalam sebuah serangan di Lebanon Selatan, Rabu (13/11/2024). Hal ini terjadi saat IDF masih terus berada di wilayah itu untuk menghabisi milisi Hizbullah.
Mengutip AFP, jumlah korban tewas ini membuat serangan Hizbullah kali ini menjadi hari paling mematikan bagi IDF. Kematian mereka berarti 47 tentara Israel telah tewas dalam pertempuran dengan Hizbullah sejak 30 September, ketika Israel mengirim pasukan darat ke Lebanon.
“Para tentara tewas selama pertempuran di Lebanon Selatan,” kata militer dalam sebuah pernyataan.
Pengumuman militer itu muncul setelah Menteri Pertahanan Israel yang baru, Israel Katz, mengatakan tidak akan ada pelonggaran dalam perang melawan Hizbullah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di platform media sosial X membagikan gambar simbol Brigade Golani, yang merupakan unit tempat para tentara yang tewas itu berasal.
Sejak 23 September, Israel telah meningkatkan kampanye pengebomannya di Lebanon, terutama menargetkan benteng Hizbullah di Beirut selatan dan timur serta selatan negara itu. Pada 30 September, Israel mengirim pasukan darat.
Israel Klaim Bunuh 200 Pejuang Hizbullah di Lebanon dalam Seminggu
Tentara Israel mengklaim pihaknya telah menewaskan 200 pejuang Hizbullah serta menghancurkan lebih dari 140 peluncur roket milik kelompok tersebut di Lebanon selatan selama seminggu terakhir.
Dikatakan dalam sebuah pernyataan di Telegram bahwa serangan terbaru terhadap kemampuan ofensif Hizbullah, yang telah menargetkan wilayah Galilea barat Israel dan pusat negara itu, terjadi kemarin dan Selasa.
Pada Selasa, pesawat tempur Israel menewaskan kepala operasi batalion, kepala unit antipesawat batalion dan seorang komandan kompi di pasukan Radwan milik Hizbullah, klaim tentara.
Sementara Hizbullah belum mengumumkan kematian apa pun dalam seminggu terakhir.
Netanyahu Siap Caplok Tepi Barat Saat Trump Resmi Menjabat
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan akan melanjutkan rencana untuk merebut Tepi Barat, Palestina, saat Donald Trump resmi menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat.
Media Israel, KAN, melaporkan bahwa Netanyahu berniat mendorong kembali rencana aneksasi Tepi Barat yang sempat tertunda saat Trump masih menjabat Presiden AS dahulu.
Dalam pembicaraan tertutup, sang PM menyatakan bahwa dirinya akan memperkenalkan kembali plot aneksasi Tepi Barat dalam agenda pemerintahannya usai Trump resmi dilantik.
Dilansir dari Anadolu Agency, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Senin sempat menginstruksikan kepada Divisi Pemukiman dan Administrasi Sipil Israel untuk memulai pembangunan infrastruktur guna “menerapkan kedaulatan di Tepi Barat.
“Kami hampir menerapkan kedaulatan atas pemukiman di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) sebelum pemerintahan Biden,” kata Smotrich. “Sekarang waktunya bertindak.”
(dce)