7 Respons Mulai Pengamat, Parpol hingga Mnedari Terkait Kepala Daerah Dipilih DPRD, Tuai Pro Kontra – Page 3

7 Respons Mulai Pengamat, Parpol hingga Mnedari Terkait Kepala Daerah Dipilih DPRD, Tuai Pro Kontra – Page 3

Sekretaris Jenderal Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji menegaskan bahwa keterlibatan rakyat tetap harus menjadi unsur penting dalam setiap proses demokrasi, termasuk jika skema pilkada melalui DPRD akan dipertimbangkan.

“Kami tertarik untuk membahas pilkada melalui DPRD tapi dengan keterlibatan masyarakat,” ujar Sarmuji.

“Sekurang-kurangnya rakyat bisa mendengar secara langsung visi dan misi kandidat melalui kampanye dan debat terbuka. Kalau ada hal lain yang bisa dilakukan untuk melibatkan rakyat dalam pilkada melalui DPRD, kami akan rumuskan dengan baik,” sambung dia.

Menurut Sarmuji, pemilihan langsung selama ini diakui memiliki keunggulan utama berupa partisipasi publik yang tinggi. Rakyat merasa memiliki akses langsung untuk memilih pemimpinnya.

Namun, ia juga mencatat bahwa sistem ini tidak lepas dari persoalan serius, seperti maraknya politik uang (money politics) dan terjadinya fragmentasi sosial akibat polarisasi politik yang berkepanjangan.

Sebaliknya, mekanisme pemilihan melalui DPRD, meskipun lebih efisien dari sisi anggaran dan potensi konflik, kerap dikritik karena dinilai menjauhkan rakyat dari proses demokrasi.

“Rakyat tidak bisa mendengar langsung visi-misi calon, tidak menyaksikan adu gagasan, dan akhirnya merasa tidak punya andil dalam memilih pemimpinnya,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.

Karena itu, menurutnya, perlu dirancang sebuah mekanisme baru yang menggabungkan efisiensi pemilihan melalui DPRD dengan tetap membuka ruang partisipasi rakyat secara bermakna.

Salah satu bentuknya adalah dengan menghadirkan kampanye dan debat terbuka sebagai bagian dari proses penyaringan calon kepala daerah, sebelum akhirnya DPRD melakukan pemilihan.

“Jika ada usulan keterlibatan masyarakat yang lebih intens dalam pemilukada melalui DPRD, kami siap merumuskan,” tambahnya.

Sarmuji menekankan pentingnya mencari titik temu antara efisiensi dan partisipasi. Menurutnya, jika pilkada melalui DPRD dianggap sebagai opsi yang lebih stabil dan hemat biaya, maka harus diimbangi dengan mekanisme partisipatif yang menjamin rakyat tetap dapat menilai dan memberi masukan terhadap calon pemimpinnya.

“Partisipasi rakyat tidak harus semata-mata melalui pencoblosan. Rakyat bisa dilibatkan dalam forum kampanye, debat terbuka, atau uji publik yang bisa disiarkan secara luas. Dengan begitu, proses seleksi oleh DPRD tetap transparan dan akuntabel,” ujar legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI tersebut.

Partai Golkar, katanya, akan mengkaji berbagai alternatif format yang memungkinkan adanya keterlibatan publik dalam skema pilkada melalui DPRD.

“Demokrasi kita harus terus berkembang dengan memperhatikan konteks dan kebutuhan zaman. Tidak ada sistem yang sempurna, tapi kita bisa merancang sistem yang lebih bijak, efisien, dan tetap melibatkan rakyat secara nyata,” tandas Sarmuji.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengatakan, partainya yang lebih dahulu mengusulkan pemilihan kepala daerah lewat DPRD dibandingkan dengan PKB.

Bahlil mengatakan, Golkar sudah menyuarakan ide itu saat perayaan hari ulang tahun ke-60 Partai Golkar pada Desember 2024.

“Bukan ide saya yang sama dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, (tapi) Golkar sudah bicara itu duluan sejak HUT Golkar. Bahwa kami punya pandangan sama karena memang rasionalitas berpikirnya,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin, (28/7/2025).

Bahlil mengatakan, penataan sistem demokrasi perlu dilakukan melalui perubahan undang-undang paket politik. Penataan sistem demokrasi harus dilakukan terhadap sistem politik nasional secara menyeluruh, termasuk pemilihan anggota legislatif dan pemilihan kepala daerah.

Salah satu opsi penataan yang ditawarkan Golkar adalah pemilihan kepala daerah lewat DPRD.

Kata Bahlil, pemilihan langsung menyebabkan biaya politik yang besar. Pilkada langsung juga sering menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

“Yang menang saja sakit hati, apalagi yang kalah. Setiap pilkada, tetangga jadi musuh, saudara tidak saling sapa, bahkan ada yang bercerai gara-gara beda pilihan,” kata dia.

Ketua Fraksi Golkar MPR Melchias Markus Mekeng menilai, lebih baik kepala daerah dipilih oleh DPRD. Mekeng menyebut, mekanisme ini baik seperti di zaman Presiden ke-2 RI, Soeharto.

“Ini bukan keputusan Golkar ya, ini pendapat pribadi saya. Saya lebih suka dipilih oleh DPRD. Karena terus terang dengan dipilih langsung oleh rakyat juga tidak membuat daerah-daerah tambah maju,” kata Mekeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa 29 Juli 2025.