Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta menyebut aturan ini berpotensi memperburuk kondisi bisnis. Bahkan, 50 persen pelaku usaha disebut menilai Raperda KTR bakal berdampak pada keberlangsungan bisnis.
“Kami sudah buat survei, dan 50 persen pelaku usaha menilai Raperda KTR berdampak pada keberlangsungan bisnis. Kami bukan anti regulasi, tapi mohon jangan dibebani di tengah kondisi yang sulit,” kata Anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta Arini Yulianti.
Arini bilang, pada 2025 ini industri perhotelan dan restoran di Tanah Air sudah terpukul, dengan 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian. Banyak usaha terpaksa mengurangi karyawan dan melakukan efisiensi.
Padahal, lanjut Arini industri ini menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.
“Kami khawatir konsumen akan pindah ke kota lain yang regulasinya lebih longgar. Yang kami butuhkan adalah kebijakan KTR yang berimbang. Jangan sampai aturan ini dipaksakan hanya demi mengejar indikator kota global, tanpa melihat dampaknya di lapangan,” tutur Arini.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366053/original/065636300_1759214600-IMG_0272.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)