Bisnis.com, SYDNEY —Nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Australia tercatat mengalami peningkatan hampir tiga kali lipat dalam 5 tahun terakhir atau selama implementasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) sejak 5 Juli 2020.
Austrade mencatat perdagangan dua arah antara Indonesia dengan Australia meningkat dari 12,91 miliar dolar Australia pada 2020 menjadi 35,38 miliar dolar Australia pada 2024. Artinya, nilai perdagangan Indonesia-Australia melonjak 174,05% dalam periode 2020—2024.
Dengan capaian tersebut, Indonesia menjadi mitra dagang dua arah terbesar ke-9 bagi Australia berdasarkan nilai perdagangan 16,13 miliar dolar Australia pada 2024.
Sementara itu, Atase Perdagangan RI di Canberra mencatat nilai ekspor Indonesia ke Australia pada 2024 mencapai US$5,59 miliar dan ekspor Australia ke Indonesia US$7,88 miliar. Dengan demikian, Australia surplus dagang dengan Indonesia sebesar US$2,29 miliar.
Lebih terperinci, komoditas utama ekspor Indonesia ke Australia a.l. besi, baja, mesin, peralatan kelistrikan, migas, pupuk, produk kayu, hingga produk kimia.
Paul Grimes, CEO Austrade, menyampaikan Australia dan Indonesia telah memiliki momentum untuk mendorong keterkaitan ekonomi kedua negara.
“Jadi, kita ingin memanfaatkan momentum itu selagi ada, tetapi juga menyadari bahwa ini adalah kemitraan jangka panjang. Kita perlu memiliki strategi yang benar-benar berkelanjutan dari waktu ke waktu,” kata Grimes kepada delegasi media asal Indonesia di kantornya di Sydney, Australia, baru-baru ini.
Dalam hal perdagangan, Grimes menyampaikan Austrade berfokus pada upaya memperluas dan memperbesar ekspor Australia ke seluruh dunia. Austrade memiliki staf di lebih dari 60 kantor internasional, dengan fokus pada Asia Tenggara, Asia Timur Laut, Asia Selatan, Pasifik, Amerika Utara, hingga Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.
“Namun bagi kami, prioritas yang sangat, sangat tinggi tentu saja adalah Asia Tenggara,” imbuhnya.
Austrade, kata Grimes, berfokus pada fasilitasi, koneksi, dan mendorong perdagangan dan investasi ke seluruh dunia sebagai agensi yang berada di bawah naungan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia.
“Kami memiliki peran penting dalam bekerja secara erat dengan DFAT untuk memastikan adanya keterhubungan yang kuat antara apa yang dilihat dunia usaha, apa yang dipahami dunia usaha, apa yang dibutuhkan dunia usaha, dan bagaimana hal tersebut kemudian turut membentuk kebijakan.”
CEO Austrade Paul Grimes./Jibi_Ana Noviani
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Matt Thistlethwaite MP menyampaikan sebagai negara yang bertetangga dekat, Indonesia dan Australia akan selalu saling bergantung satu sama lain dalam hubungan ekonomi dan perdagangan.
“Jadi, perdagangan dan investasi dua arah antara Indonesia dan Australia kami percaya akan terus berkembang. Dan itulah inti dari CEPA,” ujarnya.
Thistlethwaite menambahkan kerja sama untuk memperkuat kemitraan akan terus diupayakan tetapi tetap merujuk pada kepentingan nasional kedua negara.
Khusus untuk perdagangan antara Indonesia dengan negara bagian Victoria, Australia, Konsulat Jenderal RI di Melbourne mencatat terjadi kenaikan perdagangan dua arah dari 2,09 miliar dolar Australia pada 2020 menjadi 3,45 miliar dolar Australia pada 2024.
Konsul Jenderal RI di Melbourne Yohannes Jatmiko Heru Prasetyo mengatakan secara tren perdagangan, neraca dagang Indonesia terhadap Victoria positif tetapi terdapat penurunan surplus dari 757,79 juta dolar Australia pada 2023 menjadi 240,14 juta dolar Australia pada 2024.
“Hal ini diakibatkan oleh peningkatan impor Indonesia, terutama gandum, produk hewani, dan buah-buahan,” tuturnya dalam dokumen yang disampaikan kepada delegasi media asal Indonesia saat berkunjung ke KJRI Melbourne, Victoria, Australia, baru-baru ini.
Pada 2024, nilai perdagangan Indonesia dengan Victoria untuk komoditas susu, krim, whey, dan yogurt melonjak 52,19% year-on-year (YoY) menjadi 197,52 juta dolar Australia dan produk daging sapi meningkat 32,2% YoY menjadi 233,37 juta dolar Australia.
Yohannes menyampaikan Australia Bureau of Statistics mencatat ekspor Indonesia ke Victoria pada Januari—September 2025 teridentifikasi mencakup sejumlah komoditas bernilai tambah. Beberapa di antaranya ialah ikan tuna olahan 37,65 juta dolar Australia dan produk olahan kayu 22,89 juta dolar Australia.
“Beberapa produk potensial ekspor Indonesia ke Victoria yang dapat ditingkatkan antara lain kendaraan bermotor dan komponen spareparts kendaraan, pupuk urea, pakaian jadi, furnitur, hingga alas kaki,” paparnya.
Dia menambahkan ekspor Indonesia ke Australia bersaing dengan Vietnam untuk alas kaki dan perlengkapan alas kaki. Selain itu, produk Indonesia juga bersaing dengan Singapura dan Malaysia untuk bahan bakar mineral misa—seperti batu bara dan minyak bumi.
Indonesia juga harus bersaing dengan Singapura untuk produk olahan kakao dan olahan kelapa sawit, serta Thailand untuk produk suku cadang kendaraan bermotor dan produk olahan karet untuk masuk ke Australia.
