JABAR EKSPRES – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa dari total 55.000 hektare lahan kritis di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, hanya sekitar 7.000 hektare yang telah berhasil direhabilitasi dan kembali menjadi hutan.
Hingga saat ini, sekitar 48.000 hektare lahan kritis masih memerlukan perhatian serius untuk dikembalikan ke fungsi awalnya.
“Kita tahu semua berperan, termasuk almarhum Pak Doni Munardo. Sekarang tinggal 48.000 hektare lagi yang harus kita kelola dengan serius. Kita perlu diskusi lebih lanjut dengan masyarakat untuk memastikan keberlanjutan usaha ini,” ujar Hanif saat ditemui setelah penanaman pohon di Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, pada Minggu (2/2/2025).
DAS Citarum membentang sepanjang 297 kilometer dan melintasi beberapa kota/kabupaten seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Bekasi hingga Jakarta.
Daerah ini dihuni oleh sekitar 14,3 juta penduduk, menjadikan pengelolaan lahan kritis sangat penting untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Upaya untuk mengembalikan lahan kritis menjadi hutan salah satunya dilakukan dengan rutinitas penanaman pohon.
Hanif menjelaskan, kualitas air sungai Citarum dapat meningkat seiring dengan perbaikan lahan-lahan yang terdegradasi.
“Pengembalian lahan kritis menjadi hutan akan mengembalikan kualitas air sungai Citarum,” katanya.
BACA JUGA: Dukung Asta Cita Ketahanan Pangan, Bupati Garut Resmikan Bantuan Cold Storage dari PLN UID Jabar Untuk Bumdes Motekar
Ia menyebut, saat ini Kementerian Pekerjaan Umum juga telah membagi DAS Citarum menjadi enam segmen, dan pada segmen 3 terdapat tiga waduk besar yaitu Waduk Jatiluhur, Cirata, dan Saguling yang hingga kini memenuhi kebutuhan air untuk masyarakat, terutama sektor pertanian.
“DAS Citarum ini akan mampu menjaga air dan memperpanjang umur dari salah satu waduk, seperti waduk Jatiluhur yang memiliki luas 6.500 hektare,” tambah Hanif.
Selain itu, kata dia, di segmen 3 DAS Citarum terdapat sekitar 210.000 keramba jaring apung yang digunakan masyarakat untuk memelihara ikan.
Namun, pemberian pakan ikan pada keramba tersebut menyebabkan tumbuhnya gulma seperti eceng gondok dan kangkung air, yang dapat mengganggu kualitas air untuk sektor pertanian dan pembangkit listrik.
