Bisnis.com, JAKARTA — Dibutuhkan beberapa lapis pakaian untuk Muhaimin memastikan tubuhnya tetap hangat saat berada dalam ruangan pengoperasian Tsunami Early Warning System Indonesia (Ina-TEWS). Perangkat ini berada di lantai 2 Gedung C Komplek Perkantoran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta.
Ruangan pengoperasian Ina-TEWS tampak penuh dengan layar monitor besar dan komputer beresolusi tinggi yang beroperasi tanpa henti. Temperatur ruangan dijaga pada suhu 18-20 derajat Celsius untuk mencegah perangkat elektronik panas dan error.
Muhaimin, seorang seismolog sekaligus supervisor operator Ina-TEWS, memimpin 14 anggota tim dari Kedeputian Geofisika BMKG. Mereka mengawasi data seismik, memperbarui parameter gempa, dan menyebarkan informasi kepada masyarakat. Setiap operator bekerja secara bergantian selama 4 jam per shift untuk memastikan tidak ada aktivitas gempa yang terlewatkan.
Dikembangkan sejak 2008, Ina-TEWS dirancang untuk memberikan peringatan dini tsunami kurang dari 2 menit setelah gempa terdeteksi. Sistem ini memanfaatkan 600 seismometer dan 250 tide gauge di seluruh Indonesia. Sensor tersebut mampu mendeteksi getaran gempa berkekuatan rendah hingga tinggi, termasuk yang berpotensi merusak.
Namun, tantangan tetap ada. Sebagian besar perangkat sensor di wilayah terpencil, terutama Indonesia bagian timur, sering terkendala jaringan. Vandalisme dan usia perangkat yang tua juga menjadi masalah serius. Misalnya, alat Ina-Buoy di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, telah tidak berfungsi akibat kerusakan dan mahalnya biaya perawatan.
Di Aceh, alat pendeteksi gempa generasi pertama yang dibangun pada 2006-2007 kini memerlukan perbaikan. Menurut Zaenal Abidin Al Atas, Pengamat Meteorologi Geofisika Muda di Stageo BMKG Mata’Ie Aceh Besar, tiga menara telah rusak dalam 2 tahun terakhir meski perawatan rutin dilakukan dua kali setahun.
Kecepatan waktu peringatan dini tsunami saat ini tercatat kurang dari 2 menit, jauh lebih baik dibandingkan delapan tahun lalu yang membutuhkan waktu hingga 10 menit. Pemanfaatan media sosial, televisi, dan radio digital mempercepat distribusi informasi untuk evakuasi.
“Hampir setiap hari Indonesia mengalami gempa 2-6 kali. Tidak ada getaran yang terlewatkan, bahkan yang terkecil sekalipun,” ujar Muhaimin, alumnus Universitas Gadjah Mada dikutip dari Antara.
BMKG mencatat lebih dari 17.000 gempa melanda Indonesia sepanjang 2024, termasuk gempa 5,0 magnitudo di Jawa Barat yang dipicu oleh Sesar Garsela. Berkat kinerja tim Ina-TEWS, data akurat dapat segera diseminasi untuk membantu tanggap darurat.
Tragedi tsunami Aceh 2004 yang menewaskan 170.000 orang pada hari ini (26/2004), 20 tahun lalu menjadi pengingat pentingnya kesiapan menghadapi bencana. Dengan langkah strategis dan perbaikan alat pendeteksi, Indonesia terus memperkuat sistem peringatan dini untuk melindungi masyarakat dari dampak gempa dan tsunami.