18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
memperberat hukuman mantan pejabat Mahkamah Agung (MA)
Zarof Ricar
dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.
Zarof merupakan terdakwa kasus korupsi terkait pemufakatan jahat dalam percobaan suap hakim kasasi yang menyidangkan perkara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur dan gratifikasi.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun,” kata kata ketua majelis hakim PT Jakarta Albertina Ho dalam salinan putusan sebagaimana dikutip, Jumat (25/7/2025).
Selain pidana badan, majelis hakim juga tetap menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara itu, barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditetapkan sebagai barang bukti tetap disita untuk negara.
“Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata mantan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tersebut.
Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama, Zarof dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Perbuatannya dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Zarof dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
Atas vonis pada pengadilan tingkat pertama itu, Kejaksaan Agung mengajukan banding.
Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, mengungkapkan alasannya terkait uang senilai Rp 8,8 miliar yang harus dikembalikan kepada Zarof Ricar.
“Kenapa kami banding? Karena pertimbangan barang bukti yang mengarah itu dikembalikan senilai Rp 8 miliar. Kami tidak sepaham dengan itu,” kata Sutikno dikutip dari
Antaranews
, Kamis (26/6/2025).
Setelah putusan banding dijatuhkan, Kejagung belum berkomentar lebih jauh karena belum mendapatkan salinan putusan banding dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“(Kejaksaan) sampai saat ini belum mendapatkan salinan lengkapnya. Saya tidak bisa berkomentar terlalu jauh, tapi saya mendengar hanya dari berita-berita dari luar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Jumat
Anang mengatakan, Kejaksaan baru akan menyatakan sikap setelah menerima dan menelaah putusan banding yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi.
Selain dihukum karena pemufakatan jahat, Zarof kini terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara.
Kasus suap ini terkuak usai Kejagung menemukan uang senilai Rp 920 miliar dan 51 kg emas saat menggeledah rumah Zarof Ricar.
“Ini pengembangan dari data-data yang kita temukan kita geledah di rumah ZR beberapa waktu lalu,” ujar eks Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, 10 Juli 2025.
Harli mengatakan, Zarof bersama dengan Lisa Rachmat (LR) dan Isidorus Iswardojo (II) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung tahun 2023-2025.
Saat itu, Isidorus yang tengah berperkara meminta bantuan Zarof melalui Lisa, pengacaranya, untuk memenangkan perkara di tingkat banding dan kasasi.
“Maka LR (Lisa Rachmat) juga bersepakat dengan II dan meminta ZR untuk melakukan suap,” lanjut Harli.
Komplotan ini diduga menyuap majelis hakim di PT DKI dan di MA, masing-masing senilai Rp 5 miliar.
Sementara, Zarof menerima uang senilai Rp 1 miliar sebagai imbalan.
“Kalau penanganan perkara yang di Pengadilan Tinggi, itu sekitar Rp 6 miliar. Jadi, Rp 5 miliar menurut ZR akan diserahkan ke majelis dan Rp 1 miliar sebagai fee. Sedangkan, di tingkat kasasi sekitar Rp 5 miliar,” lanjut Harli.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/19/6853596f3b091.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)