Jakarta, CNBC Indonesia – Memprediksi bencana alam seperti gunung berapi meletus sangat sulit. Tetapi para ilmuwan baru-baru ini menemukan penemuan yang mengejutkan, bahwa beberapa gunung berapi memberikan petunjuk dalam beberapa menit sebelum letusan dahsyat terjadi.
Para peneliti meninjau ulang beberapa data yang terlewatkan dalam kejadian gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha’apai yang meletus dua tahun lalu.
Letusan gunung berapi besar yang mengguncang Samudra Pasifik dekat wilayah Indonesia pada 2022 lalu itu didahului oleh gelombang seismik yang melintasi permukaan Bumi.
Data tersebut dikumpulkan oleh seismometer yang berlokasi cukup jauh. Namun ahli berpendapat meskipun sinyal yang didapat jauh, dapat membantu orang bersiap menghadapi bencana letusan gunung berapi di masa mendatang.
“Peringatan dini sangat penting untuk mitigasi bencana,” kata salah satu penulis studi Mie Ichihara, seorang ahli vulkanologi di Universitas Tokyo, dikutip dari Gizmodo, Rabu (6/11/2024).
“Gunung berapi di pulau dapat menimbulkan tsunami, yang merupakan bahaya yang signifikan,” imbuhnya.
Tim tersebut memeriksa data seismometer dari stasiun di Fiji dan Futuna, lebih dari 750 kilometer dari pusat letusan.
Dalam data tersebut, para peneliti menemukan jenis gelombang seismik yang bergerak di permukaan, yang disebut gelombang Rayleigh. Gelombang tersebut berasal dari arah letusan sekitar 15 menit sebelum kejadian. Gelombang Rayleigh memang tidak dapat dirasakan oleh manusia, tetapi seismometer tidak mengalami masalah dalam mendeteksinya.
“Mengacu pada sinyal seismik dan citra satelit lainnya, kami menyimpulkan bahwa gelombang Rayleigh merupakan prekursor letusan paling signifikan tanpa aktivitas permukaan yang tampak,” tulis para peneliti dalam karya mereka, yang diterbitkan di Geophysical Research Letters.
“Termasuk temuan kami dan hasil penelitian sebelumnya, kami mengusulkan skenario awal letusan pembentuk kaldera,” imbuhnya.
Letusan yang terjadi pada 15 Januari 2022 itu penuh dengan gumpalan vulkanik setinggi 58 kilometer. Itu adalah yang terbesar yang pernah tercatat, bahkan ketinggiannya mencapai mesosfer Bumi hanya dalam waktu setengah jam.
Seperti yang dicatat tim peneliti, letusan Hunga Tonga-Hunga Ha’apai tidak didahului oleh aktivitas permukaan yang tampak. Akibatnya, gelombang Rayleigh menjadi indikator utama kehancuran yang akan segera terjadi.
“Ketika gempa bumi biasa terjadi, gelombang seismik termasuk gelombang Rayleigh langsung digunakan untuk memperkirakan parameter sumber, seperti episentrum, kedalaman, magnitudo, dan mekanisme,” kata Ichihara.
“Kemudian, parameter sumber digunakan untuk menyebarkan peringatan dini Tsunami. Akan tetapi, belum ada infrastruktur yang dapat memanfaatkan gelombang Rayleigh dari prekursor letusan seperti yang diidentifikasi dalam artikel kami, meskipun kami yakin hal itu bermanfaat,” imbuhnya.
Pada saat letusan, para peneliti tidak berpikir untuk menggunakan analisis semacam ini secara langsung.
Dalam makalah mereka, para peneliti menyarankan bahwa retakan pada kerak samudra di bawah dinding kaldera gunung berapi melepaskan gelombang seismik yang terdeteksi di Fiji dan Futuna.
Kemudian, magma dari bawah kerak dan air laut di atasnya mengalir ke ruang magma gunung berapi di bawah permukaan, yang menyebabkan daratan di atasnya runtuh seingga memicu letusan.
Tim menyarankan bahwa menganalisis data dari stasiun seismik yang terletak bahkan ratusan mil dari letusan dapat mengungkap kejadian tersebut sebelum dampak terburuknya terjadi.
(fab/fab)