TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Es marem begitu melegenda di Kota Semarang.
Kesegaran es dengan beragam topping tersebut telah lebih dari enam dekade dikenal masyarakat, khususnya di Kota Semarang.
Bahkan, warung es dengan sejumlah varian menu tersebut saat ini telah tersebar di berbagai lokasi seperti di Jalan KH Wahid Hasyim, Jalan MT Haryono, Jagalan, Puri Anjasmoro, Lamper Sari, kampung kali, hingga kawasan Ngaliyan.
Pemilik warung es marem, Zaenal (75) pun menceritakan kuliner legendaris tersebut berasal.
Dia menyebutkan, kuliner legendaris ini dimulai dari usaha ayahnya, Suharto yang sudah berjualan sejak 1952.
Ayahnya, perantau dari Rembang ke Semarang semula berjualan es puter.
Harto, nama panggilan ayahnya berinovasi meramu resep es yang kemudian diberi nama es marem.
“Disebut es marem, itu dari istilah Jawa ‘marem’ artinya puas.”
“Oleh bapak saya, itu dimaknai pelayanan baik, pembelinya marem, kebersihannya bersih, minum esnya puas.”
“Jadi marem ini maknanya banyak,” kata Zaenal ditemui di warungnya di jalan KH Wahid Hasyim Semarang, Minggu (6/4/2025).
Es marem merupakan es dengan varian menu seperti kombinasi santan, yang menghadirkan perpaduan antara es batu yang diberi kuah santan dengan isian seperti kelapa muda, cincau, yanghun, kolang-kaling, tape, kacang, cokelat, dan susu.
Adapula kombinasi jeruk, meninggalkan kuah santan, cokelat, dan susu yang digantikan dengan kesegaran kuah jeruk.
Dalam mengikuti usaha ayahnya tersebut, Zainal mulai berjualan es marem pada 1963.
Zaenal mengisahkan, adik-adiknya kemudian mulai terlibat dalam usaha ini dan dilanjutkan generasi berikutnya.
“Saya anak kedua, anak lelaki pertama.”
“Adik-adik meneruskan pada 2000.”
“Mereka ikut, kelihatannya kok enak.”
“Pada tahun itu banyak (adik-adik) yang ikut (berjualan),” terangnya.
Satu saudara Zaenal, Koslin menyebut, telah memulai usaha warung es marem di Jalan MT Haryono Semarang pada 1985.
Koslin mengatakan, keunikan es marem di antaranya ada pada topping tape kering, yang proses pembuatannya dengan cara dioven.
Selain itu, kacang tanah kupas yang proses pemasakannya dengan cara disangrai.
“Yang bikin beda itu, dari dulu.”
“Saya dulu ikut jualan ayah sejak usia sekira 15 tahun,” jelasnya.
Koslin menyebutkan, setidaknya sudah ada dirinya dan empat saudara lain yang melanjutkan usaha ayahnya tersebut.
Selain itu, beberapa generasi penerus pun juga membuka warung es marem.
“Anak-anak Bapak yang meneruskan ada lima.”
“Anak-anaknya, juga buka di Semarang.”
“Total ada delapan, jadi yang buka di Semarang semua saudara,” jelasnya.
Di sisi lain, dia menyebutkan, meski usaha tersebut turun-temurun, nama warung es marem dibuat berbeda-beda sesuai nama pemilik masing-masing.
Begitu juga proses penyediaan bahan baku tiap warung berbeda-beda.
“Semua bikin sendiri, resep dari ayah.”
“Total (sampai anak-cucu) ada delapan warung,” jelasnya. (*)