Baku, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia memperkirakan membutuhkan dana hingga US$ 235 miliar atau sekitar Rp 3.689 triliun (asumsi kurs Rp 15.700 per US$) untuk membangun 75 Giga Watt (GW) pembangkit listrik berbasis energi terbarukan hingga 2040 mendatang.
Hal tersebut diungkapkan Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo saat menjadi pembicara kunci pada panel diskusi Paviliun Indonesia COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Hashim menyebut, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mempercepat transisi energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Oleh karena itu, pemerintah akan mengerahkan kebijakan dan sumber daya untuk mewujudkan transisi energi dan menerjemahkannya pada operasional yang efektif di lapangan.
“Transisi energi bukan hanya terkait pengurangan emisi gas rumah kaca, tapi juga menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Indonesia akan mencapai energi yang bersih, hijab, dan terjangkau, sambil mempercepat pertumbuhan ekonomi 8%,” ungkap Hashim.
Dia mengatakan, dengan meningkatkan energi terbarukan dan menjaga lingkungan, maka pemerintah bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak lagi, mengentaskan kemiskinan dan kelaparan, dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kita jaga lingkungan. Kita berdayakan sumber-sumber energi terbarukan di setiap daerah, setiap pulau di Indonesia,” ujarnya.
“Sampai 2040 kita akan membangun tambahan 75 Giga Watt (GW) listrik berbasis energi terbarukan, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), geothermal (panas bumi), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan pembangkit listrik tenaga angin. Ditambah, 5 GW energi nuklir dan 70.000 km sirkuit jaringan transmisi,” paparnya.
“Ambisi ini membutuhkan investasi US$ 235 miliar,” imbuhnya.
Dia mengatakan, untuk menangkal perubahan iklim global juga diperlukan solusi bersifat global. Menurutnya, tak ada satu pun negara yang bisa menghadapi dan mengatasi masalah perubahan iklim ini sendirian.
“Satu-satunya cara kita mengatasi ini yaitu dengan kolaborasi antarnegara. Saya percaya kita melakukan ini bukan hanya karena perjanjian internasional, seperti Kyoto Protocol atau Paris Agreement, tapi kita melakukan ini murni karena kita peduli tentang masa depan generasi penerus kita,” tandasnya.
Seperti diketahui, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencanangkan tambahan kapasitas pembangkit listrik baru sebesar 100 GW sampai 2040. Dari rencana tersebut, sekitar 75% atau 75 GW ditargetkan berasal dari energi terbarukan. Lalu, sekitar 22 GW berasal dari gas dan 5 GW berasal dari energi nuklir.
(wia)