Selain disebut wayang timplong, orang Nganjuk juga menyebutnya dengan nama wayang kricik karena saat dimainkan menimbulkan bunyi kricik-kricik. Banyak pula yang menyebutnya dengan nama wayang gung karena kesan bunyi kempul pada gamelan.
Berakar dari wayang klithik, beberapa orang memasukkan wayang timplong sebagai salah satu varian wayang klithik. Namun, ada pula yang beranggapan berbeda karena menganggap keduanya memiliki beberapa perbedaan mendasar.
Wayang timplong dibuat dari kayu sengon laut atau mentaos. Tak seperti wayang kulit, bentuk wayang timplong yang pipih tampil tanpa ukiran. Adapun bagian tangannya terbuat dari kulit binatang.
Sebagai penekanan wajah dan karakter, wajah wayang timplong ditandai dengan pemberian warna hitam dan putih. Dalam satu pagelaran terdapat sekitar 70 tokoh wayang. Jumlah tersebut meliputi beberapa tokoh, binatang, dan senjata. Namun yang pakem tokohnya ada sembilan, yakni tokoh Ksatria (prajurit), Satria Muda, Putri Sekartaji, Ratu (Putri), Panji, Satrio Sepuh, Patih, Tumenggung, dan Ratu (Kediri, Majapahit, Jenggala).
Tokoh-tokoh wayang timplong tak memiliki penokohan khusus, kecuali Panji, Sekartaji, dan Kilisuci. Sedangkan tokoh lainnya hanya sebagai pemeran biasa. Selain itu, terdapat dua Panakawan, yakni Kedrah dan Gethik Miri.
Wayang timplong dimainkan oleh seorang dalang dengan dibantu lima orang panjak atau pemain gamelan. Pagelaran wayang timplong tidak ada pesinden untuk mengiringi pementasan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1345818/original/011860900_1473901116-Wayang-Kayu.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)