Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI – Ketan susu (tansu) menjadi salah satu ikon kuliner khas Pare, Kediri, yang tak kalah populer dibanding tahu kuning.
Salah satu warung tansu legendaris yang tetap bertahan hingga kini adalah Warung Tansu Pak Wig yang terletak di area kios dalam PJKA Pare Kediri.
Warung ini telah melayani pecinta tansu sejak tahun 1967, turun-temurun hingga generasi ketiga.
Ketan susu (tansu) menjadi salah satu ikon kuliner khas Pare, Kediri
Meski lokasinya tersembunyi di area bekas rel kereta api, Warung Tansu Pak Suwignyo tak pernah sepi pengunjung. Setiap harinya, lebih dari 100 porsi tansu ludes terjual.
“Sudah generasi ketiga, dimulai dari kakek saya sejak tahun 1967-1986, lalu diteruskan ayah saya sampai 1997. Sekarang saya yang meneruskannya,” ujar Suwignyo, pemilik warung saat ditemui, Jumat (29/11/2024).
Warung ini awalnya berlokasi di Jalan Argopuro No. 2 Plongko, Kecamatan Pare, tepatnya di area Bioskop Mustika Pare. Namun, sejak 1997, warung berpindah ke lokasi saat ini, berjarak sekitar 450 meter ke arah selatan.
Meski dinamakan tansu, warung ini tidak menggunakan susu sebagai topping utama. Menu andalannya adalah ketan putih yang disajikan dengan taburan parutan kelapa muda dan bubuk kedelai. Selain itu, tersedia kopi hitam cangkir sebagai pelengkap.
“Kami tetap mempertahankan rasa otentik. Tidak ada topping susu, stroberi, atau cokelat seperti yang dijual di tempat lain karena itu variasi saat ini,” jelas Pak Wig.
Setiap hari, warung ini buka mulai pukul 04.30 hingga 09.00 WIB, kecuali pada hari Minggu atau hari besar keagamaan. Namun, saking ramainya pengunjung, warung sering tutup lebih awal karena tansu habis terjual.
“Kadang jam 6 pagi sudah habis,” tambahnya.
Dengan harga yang terjangkau, yakni Rp 4.000 per porsi ketan dan Rp 3.000 untuk secangkir kopi, Warung Tansu Pak Suwignyo tetap menjadi favorit jujukan warga Pare maupun pengunjung dari luar Pare.
Adjitono, salah satu pelanggan setia warung ini selama 20 tahun, mengaku selalu kembali karena rasa khas yang konsisten sejak dulu.
“Rasanya tetap sama, tidak terlalu manis dengan tekstur ketan yang kasar lembut. Saya juga sering bertemu teman-teman pensiunan di sini untuk ngobrol bareng,” ujarnya.
Menurutnya, warung Tansu Pak Wig menjadi bukti bahwa rasa autentik dan kesederhanaan dapat bertahan di tengah gempuran rasa dan kuliner modern saat ini.
“Rasanya cocok tidak membosankan, kalau belum sarapan saya setiap pagi mesti ke sini,” tutupnya.