Warga Tesso Nilo Melawan: Dirjen Gakkum Kemenhut Jangan Ancam Masyarakat Regional 29 November 2025

Warga Tesso Nilo Melawan: Dirjen Gakkum Kemenhut Jangan Ancam Masyarakat
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        29 November 2025

Warga Tesso Nilo Melawan: Dirjen Gakkum Kemenhut Jangan Ancam Masyarakat
Tim Redaksi
PEKANBARU, KOMPAS.com
– Warga yang bermukim di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan, Riau, menanggapi pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, Sabtu (29/11/2025).
Dwi menyatakan bahwa pihaknya tak segan mempidanakan pihak yang enggan menyerahkan lahan perkebunan di TNTN.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) sekaligus Juru Bicara (Jubir) warga TNTN,
Abdul Aziz
, menanggapi pernyataan Dwi.
“Dirjen Gakkum jangan asbun (asal bunyi). Jangan mengancam-ancam masyarakat. Kalau enggak paham aturan, jangan ngomong, jangan bikin malu Presiden Prabowo Subianto,” ucap Aziz kepada
Kompas.com
melalui pesan WhatsApp, Sabtu (29/11/2025) malam.
Aziz mengungkapkan, pihaknya sudah lama meminta ruang untuk saling menghamparkan data dan fakta hukum secara akademik, tidak secara ego.
Namun, kata Aziz, pihak Kehutanan justru lebih senang ”
playing victim
” di media sosial maupun media mainstream, seolah-olah terzolimi ketimbang membuka ruang dialog.

Kemenhut
menjual nasib gajah yang seolah-olah masyarakatlah yang menjadi penyebab habitatnya hilang. Dan bahkan
playing victim
itu sudah menjurus kepada upaya memecah belah masyarakat,” kata dia.
Aziz juga berkata bahwa pihak Kemenhut yang menjadi dalang perusak hutan di Riau.
“Kita punya datanya. Termasuk 153.000 hektar tutupan hutan HPT (Hutan Tanaman Industri) yang diberikan izin untuk digunduli menjadi HTI,” ungkap Aziz.
Ia menegaskan, jika memang hukum mau ditegakkan, sesungguhnya pihak Kemenhut lah yang paling bertanggung jawab membayar utang ekologis yang hilang oleh ugal-ugalannya izin-izin menghabisi tutupan hutan yang diberikan.
Sebagaimana diketahui, Dirjen Gakkum Kehutanan Kemenhut,
Dwi Januanto Nugroho
, menjelaskan, saat ini Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) tengah berupaya merelokasi permukiman dan membebaskan lahan sawit ilegal dalam kawasan Tesso Nilo.
Dia menegaskan bahwa pihaknya tak segan mempidanakan pihak yang tidak mau menyerahkan lahan perkebunan di TNTN.
“Kalau nanti sifatnya pidana, ya akan proses-proses tahapan penyidikan akan ke sana (penetapan tersangka). Kalau masyarakat yang sifatnya penghidupan, yang dikaryakan dulu sebagai pekerja skemanya kesejahteraan sosial,” ungkap Dwi ditemui di kantornya, Jumat (28/11/2025).
Menurut Dwi, sebagian besar masyarakat bersedia menyerahkan kembali lahan yang digunakan untuk rumah dan perkebunan.
Namun, upaya relokasi sempat menghadapi penolakan oleh kelompok massa yang merusak pos TN Tesso Nilo.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah melalui Satgas PKH melakukan penertiban hutan di TNTN sejak beberapa bulan terakhir.
Pemerintah meminta warga untuk relokasi mandiri, karena kawasan tersebut akan dipulihkan.
Tanaman sawit yang ada di dalamnya dirobohkan. Namun, warga tidak sudi pergi dari lokasi begitu saja.
Puluhan ribu warga yang tinggal di kawasan TNTN menyatakan menolak relokasi.
Warga tidak mau pergi, dengan alasan bukti batas kawasan hutan yang belum jelas.
Warga pun meminta bukti proses pengukuhan batas kawasan tersebut.
Warga juga tidak terima disebut sebagai merambah atau merusak hutan.
Juru Bicara Warga TNTN, Abdul Aziz, sebelumnya juga mengatakan warga tidak berniat menghalangi penertiban kawasan hutan dan justru mendukungnya.
Ia berharap, proses penertiban dilakukan secara berkeadilan. Sebab, masifnya perambahan hutan di kawasan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan warga.
Warga meminta penegakan hukum dilakukan secara menyeluruh. Bila kelak tidak ada regulasi yang mendukung mereka bertahan, mereka menyatakan siap pergi dari TNTN.
Upaya penertiban perlu dilakukan dengan memperhatikan aspek sosial. Misalnya, dengan melibatkan warga terdampak untuk terlibat dalam upaya pemulihan, dengan pendekatan kemitraan konservasi.
Walhi menilai, pemerintah perlu memahami bahwa relokasi bukan sekadar pindah rumah, melainkan memastikan pekerjaan dan kebutuhan hidup warga tetap terpenuhi.
“Meminimalkan penggunaan tindakan represif dan penegakan hukum secara selektif harus jadi suatu yang integral guna menyelesaikan persoalan ini,” kata Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat Walhi Riau.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.