Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Warga Palangka Raya Ingin Menikah? Alphard Kendaraan Dinas Wali Kota Bisa Dipakai Gratis – Halaman all

Warga Palangka Raya Ingin Menikah? Alphard Kendaraan Dinas Wali Kota Bisa Dipakai Gratis – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Warga Palangka Raya ingin menikah? Alphard Kendaraan Dinas Wali Kota Bisa Dipakai Gratis.

Hal itu diungkap Wali Kota Palangka Raya Farid Naparin.

“Jadi pemerintah Palangka Raya menyediakan satu unit mobil Alphard yang dapat digunakan oleh masyarakat yang memang membutuhkan, seperti resepsi dan lainnya,” ujarnya, pada Rabu (26/3/2025).

Menurut dia, upaya mengizinkan Alphard untuk dipinjamkan kepada warga itu sebagai komitmen dalam memberikan pelayanan publik terbaik kepada warga. 

Dia berharap penggunaan mobil dinas milik wali kota secara gratis tersebut bisa menambah kebahagiaan kedua mempelai dalam acara pernikahannya.

Selama ini, dia mengaku lebih sering pakai mobil pribadi saat bekerja

Bagaimana Cara Meminjam 

Peminjaman mobil Alphard ini terbuka untuk seluruh warga Palangka Raya, tanpa terkecuali. 

Jika ada yang ingin meminjam Alphard nanti bisa menghubungi bagian umum, terserah satu atau dua hari bisa asalkan dicantumkan alasan peminjaman

Adat Istiadat Menikah

Seperti dilansir dari Wikipedia, pada umumnya warga di Palangka Raya mengadakan atraksi Lawang Sakepeng untuk meramaikan acara pernikahan.

Lawang Sakepeng adalah atraksi silat tradisional yang berasal dari Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.

Dalam bahasa Dayak, “Lawang” berarti pintu atau gapura, sementara “Sakepeng” mengartikan satu keping.

Atraksi ini biasanya diperagakan pada upacara adat, baik untuk menyambut tamu atau dalam acara perkawinan. Sebuah gapura khas dengan ukiran tanaman rambat dan hiasan burung enggang menjadi ciri khas dari atraksi ini.

Gapura tersebut terbuat dari kayu dengan ukuran lebar sekitar 1,5 meter dan tinggi 2,3 meter, dihiasi dengan janur atau daun kelapa muda serta talawang (perisai Suku Dayak).

Sejarah Lawang Sakepeng

Lawang Sakepeng berakar dari pencak silat, yang awalnya dipengaruhi oleh budaya luar yang dibawa oleh pedagang yang memasuki Kalimantan.

Pengaruh ini meliputi gerakan silat dari Sumatera, Jawa, dan bahkan dari dataran Cina.

Awalnya, Suku Dayak mengadopsi gerakan dan tingkah laku hewan endemik seperti beruk (dikenal dengan sebutan “bangkui”) dalam mempelajari silat.

Dengan perkembangan waktu, silat ini tidak hanya menjadi sarana untuk pertahanan diri, namun juga berkembang menjadi bentuk seni budaya yang dihormati.

Lawang Sakepeng kini bukan hanya digunakan sebagai pertunjukan seni dalam acara adat, tetapi juga sebagai simbol kesatria laki-laki yang akan melaksanakan pernikahan.

Atraksi ini dipersembahkan untuk memeriahkan upacara pernikahan dan untuk menyambut kedatangan pengantin laki-laki.

Selain itu, Lawang Sakepeng juga diyakini memiliki nilai spiritual, bertujuan untuk menghindarkan pasangan pengantin dari rintangan dan musibah dalam kehidupan rumah tangga.

Aturan Permainan dan Filosofi

Atraksi Lawang Sakepeng memiliki durasi yang sangat khas, yakni 7 menit dan 7 detik. Tradisi ini diiringi dengan musik pengiring menggunakan dua buah gendang manca dan satu buah gong Dayak.

Kombinasi antara seni bela diri dan gerakan tari tradisional, seperti Tari Kinyah atau Tari Perang, menciptakan sebuah pertunjukan yang penuh energi dan makna.

Biasanya, atraksi ini melibatkan dua pesilat yang berhadapan di sisi yang berbeda, dipisahkan oleh gapura yang dihiasi dengan tiga utas benang sebagai rintangan simbolis. Setiap tali menggambarkan halangan yang harus dihadapi dalam kehidupan berkeluarga:

Benang pertama: Melambangkan pemutusan rintangan marabahaya dalam hidup.

Benang kedua: Menggambarkan pemutusan hubungan yang tidak baik dalam rumah tangga.

Benang ketiga: Melambangkan pemutusan hubungan dengan maut.

Pesilat dari pihak laki-laki berusaha untuk memutuskan tali pemisah ini dengan kemahirannya dalam silat, sehingga mereka dapat menikahi calon istri dan menghadapi kehidupan rumah tangga tanpa hambatan. Para pesilat diharuskan memutuskan tali tersebut dengan kecermatan, serta menghindari cedera saat berhadapan dengan lawan.

Pakaian Adat dalam Atraksi Lawang Sakepeng

Dalam pertunjukan Lawang Sakepeng, pakaian adat Dayak Ngaju menjadi bagian penting dari kesan estetis dan tradisional.

Pemain menggunakan rompi kulit kayu (sangkarut) dan cawat yang bagian depannya dilengkapi dengan lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang yang disebut ewah. Pakaian ini umumnya berwarna cokelat muda, menyerupai warna asli kayu.

Bagian kepala dilengkapi dengan ikat kepala (salutup hatue) untuk pria dan (salutup bawi) untuk wanita, serta aksesoris lainnya seperti giwang (suwang), kalung, dan gelang.

Aksesoris ini terbuat dari biji-bijian, kulit kerang, gigi binatang, atau taring binatang buruan, yang melambangkan kekuatan dan keberanian. Desain pakaian dan hiasannya menggambarkan pohon, akar, daun, dan gambar-gambar hewan seperti harimau.

Makna Tradisi dan Pentingnya Lawang Sakepeng

Lawang Sakepeng bukan hanya sekadar atraksi seni, namun juga mengandung nilai spiritual, adat, dan agama yang mendalam.

Atraksi ini menjadi simbol penting dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju, menggabungkan seni bela diri, tari tradisional, dan ritual adat untuk menyambut pernikahan dan mempererat hubungan antara sesama.

Bagi banyak orang, Lawang Sakepeng adalah bentuk penghormatan terhadap tradisi dan kepercayaan masyarakat Dayak terhadap kekuatan alam dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Atraksi ini pun menunjukkan betapa kaya dan beragamnya budaya Kalimantan Tengah, yang tak hanya memiliki keindahan alam tetapi juga memiliki tradisi seni yang dalam dan penuh makna.

Merangkum Semua Peristiwa