Warga Jetis Yogyakarta Temukan Mortir Diduga Sisa Perang Dunia II di Halaman Rumah

Warga Jetis Yogyakarta Temukan Mortir Diduga Sisa Perang Dunia II di Halaman Rumah

Dengan demikian, drone pertanian kini bertransformasi; tidak hanya berfungsi sebagai alat teknologi, tetapi juga menjadi media ekspresi seni yang sarat nilai-nilai estetika lokal.

Ketua Jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta, Satrio Hari Wicaksono, M.Sn., menyambut baik integrasi antara dunia seni dan teknologi ini.

“Seni secara umum merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Melalui kolaborasi ini, kami mencoba mengeksplorasi secara lebih kuat unsur-unsur yang bersifat lokal dalam barang-barang teknologi,” jelas Satrio.

Ia menambahkan, inisiatif “Art on Drone” membuka ruang bagi mahasiswa untuk mengasah potensi artistik mereka sekaligus memahami relevansi kuat seni dalam konteks industri modern.

Di sisi lain, Asosiasi Sistem dan Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) baru-baru ini menggelar Musyawarah Nasional 2025 di Jakarta dengan mengusung tema “Konsolidasi dan Sinergi Menuju Industri Sistem dan Teknologi Tanpa Awak Indonesia yang Berkelanjutan.”

Musyawarah yang dihadiri seluruh anggota ASTTA ini menjadi penanda langkah strategis bagi industri sistem tanpa awak atau drone nasional untuk mencapai daya saing global dan keberlanjutan.

Dengan proyeksi potensi pasar drone nasional yang diperkirakan menyentuh angka USD 93 juta (sekitar Rp 1,5 triliun) pada 2028, Indonesia diyakini memiliki peluang besar untuk menjadi pusat inovasi teknologi drone di Asia Tenggara.

ASTTA optimistis industri drone dapat menjadi bagian integral dari transformasi ekonomi digital dan teknologi nasional melalui kolaborasi yang melibatkan lintas kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), institusi pendidikan, dan sektor swasta.

Forum tahunan ini disebut menjadi momentum krusial bagi pelaku industri untuk memperkuat kolaborasi, memperjelas arah kebijakan, serta mempercepat transformasi menuju kemandirian teknologi.