Wamen P2MI Sebut Jumlah Pekerja Migran Ilegal ke Luar Negeri Meningkat
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
Pekerja Migran Indonesia
(PMI) yang berangkat ke luar negeri secara ilegal mengalami peningkatan signifikan.
Kebanyakan dari mereka menggunakan
visa wisata
untuk berangkat.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani, usai membuka rapat koordinasi lintas sektoral penanganan dan pencegahan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO)
pekerja migran Indonesia
di DIY, di Sheraton Mustika, Yogyakarta, pada Selasa (10/12/2024).
“Memang ada tren jumlahnya meningkat terus dari waktu ke waktu,” ujar Christina Aryani dalam jumpa pers.
Ia menambahkan, peningkatan tersebut disinyalir berkaitan dengan perekrutan yang dilakukan secara masif melalui media sosial.
Christina Aryani menjelaskan bahwa banyak generasi muda yang tergiur dengan iklan di media sosial dan memutuskan untuk berangkat tanpa melakukan pengecekan terhadap perusahaan yang merekrut mereka.
“Kebanyakan anak-anak muda ini melihat ada iklan, langsung tertarik, dan tidak mengecek lagi, berangkat saja. Berangkatnya juga sangat mudah, melalui visa turis, dibikinkan paspor sama yang merekrut, langsung berangkat,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya kesadaran dari generasi muda untuk melakukan pengecekan informasi sebelum berangkat.
“Sebetulnya informasi ini kan tidak sulit untuk dicek. Kita sekarang semua terhubung dengan gadget, tinggal tanya saja peran-peran dari BP3MI di berbagai daerah. Kita punya 23 kantor yang bisa digunakan untuk verifikasi informasi,” tuturnya.
Terkait dengan angka PMI ilegal saat ini, Christina Aryani mengungkapkan bahwa pihaknya belum mengetahui angka pastinya, karena mereka berangkat secara un-prosedural.
“Perlintasan imigrasi untuk warga negara Indonesia yang berangkat ini kan bisa jadi sebagai turis, jadi tidak ada cara untuk mengelompokkan apakah benar semuanya ini ke sana atau tidak,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa para
pekerja migran ilegal
rata-rata menggunakan visa turis dan cenderung menuju negara tetangga yang dianggap sebagai pintu masuk ke negara tujuan.
“Mereka tidak akan bilang Myanmar di situ (Kamboja), mereka akan bilang Thailand, mereka akan bilang Filipina, pokoknya negara lain yang bisa menjadi pintu masuk kemudian pergi ke daerah-daerah itu. Selalu pakai visa turis,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.