Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri (Wamen) Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah mengusulkan agar entitas struktur negara di tingkat bawah seperti Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) ikut terlibat dalam program 3 juta rumah.
Hal tersebut dilayangkan Fahri usai mendapatkan usulan dari Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3I) atau lebih dikenal dengan nama The Housing and Urban Development (HUD) Institute Indonesia.
HUD mengusulkan agar adanya pembangunan rumah berbasis komunitas.
Sebab, rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat sebenarnya merupakan penyumbang terbesar dalam penyediaan perumahan nasional.
“Untuk itu bagaimana kalau entitas struktur negara di tingkat bawah seperti RT dan RW dapat difungsikan menjadi kelompok ekonomi masyarakat termasuk untuk pembangunan rumah berbasis komunitas.”
“Hal ini sesuai dengan konsep gotong royong,” kata Fahri ketika rapat bersama anggota HUD Institute di Jakarta, dikutip dari siaran pers pada Minggu (5/1/2025).
RT dan RW diusulkan dapat difungsikan sebagai pendamping dalam pembangunan atau perbaikan rumah yang layak huni lengkap dengan sanitasi dan pengelolaan sampahnya.
Terutama di desa yang sudah banyak yang mempunyai rumah, tetapi belum layak huni karena tidak dilengkapi sanitasi.
“Untuk itu peningkatan rumah menjadi layak huni yang sehat di desa-desa menjadi bagian dari Program Tiga Juta Rumah,” ujar Fahri.
Pria yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu menyatakan kementeriannya selalu terbuka dengan berbagai usulan untuk menyusun formula dalam penyediaan hunian layak bagi rakyat.
Nantinya berbagai usulan itu akan menjadi bagian dari penyusunan aturan yang komprehensif.
“Supaya ini bisa menjadi inovasi dari Presiden Prabowo kepada rakyat bahwa jalan untuk mendapatkan hunian layak terbuka,” pungkas Fahri.
Perumahan Berbasis Komunitas
Dalam kesempatan sama, Dewan Pakar HUD Encep R. Marsadi mengatakan, perumahan berbasis komunitas digagas dan lahir dengan memperhatikan betapa besarnya peran masyarakat dalam penyediaan hunian.
Bahkan, menurut dia, rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat merupakan penyumbang terbesar dalam penyediaan perumahan nasional.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, Encep mengatakan sekitar 82,68 persen perumahan nasional disediakan dari rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan perumahan yang dibangun swasta sebesar 10-17 persen dan yang dibangun pemerintah sebesar 5-10 persen.
Namun, dengan angka persentase yang besar tersebut, Encep menyebut terdapat banyak rumah yang belum memenuhi ktiteria teknik.
Contohnya adalah rumah tidak layak seperti berada di kawasan ilegal maupun kawasan kumuh dan tidak dilengkapi dengan sanitasi.
“Maka dari itu dibutukannya upaya pendampingan kepada masyarakat dari pemerintah,” kata Encep.
Encep menyampaikan sejumlah contoh perumahan berbasis komunitas yang telah berhasil dilaksanakan di sejumlah daerah.
Ia menyebut salah satunya adalah Perumahan Komunitas Penggembala Kerbau Rawa di Banyuasin, Sumatera Selatan.
Di situ, konsep lahannya disediakan oleh masyarakat yang tergabung dalam komunitas dan desa, pembangunannya dibantu pemerintah lewat program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).