Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), di Gorontalo dalam kurun waktu 2017 sampai 2021 terjadi deforestasi seluas 33.492 hektar yang 85% diakibatkan oleh pertambangan.
RUU Minerba yang akan memberikan ruang kepada kampus untuk kelola tambang disinyalir akan memicu bencana ekologis dan memperluas ancaman ruang hidup rakyat di Gorontalo.
Defri Sofyan mengatakan, RUU Minerba yang memberikan izin kepada kampus untuk mengelola tambang dikhawatirkan akan merusak integritas perguruan tinggi.
Ia sangat menyayangkan rencana tersebut disambut baik oleh Forum Rektor Indonesia, dengan alasan bisa membantu menurunkan biaya pendidikan yang semakin membebani masyarakat saat ini.
Khawatirnya, kata Defri, jika hal ini benar-benar terjadi, maka praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan merampas ruang hidup rakyat akan didukung dengan justifikasi ilmiah yang tendensius.
Di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi bentuk pembungkaman, karena akademisi yang mengkritik agenda pemerintah tersebut akan dianggap bertentangan dan dibatasi ruang geraknya.
“Potensi konflik, ketimpangan ruang, dan risiko kerusakan ekologis akan semakin tinggi, karena tidak akan ada lagi kritik dari lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi benteng pertahanan rakyat dari agenda-agenda yang bertentangan dengan akal sehat penguasa,” jelasnya.
Defri memandang, adanya upaya pembungkaman struktural terhadap nalar-nalar kritis. Perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi tempat untuk memproduksi wacana kritis, justru akan disibukkan dengan bisnis tambang yang merusak, melalui RUU Minerba yang dikebut maraton oleh DPR.
“Argumentasi yang menyatakan bahwa konsesi tambang dapat membantu menurunkan biaya pendidikan adalah bentuk pengingkaran terhadap amanat UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk memberikan hak pendidikan kepada warganya,” tegasnya.
Dengan begitu, Walhi Gorontalo meminta agar usulan pemberian izin pertambangan untuk perguruan tinggi dalam RUU Minerba dicabut. Mereka juga mengecam upaya pemerintah dan DPR yang mendorong perguruan tinggi untuk mengelola pertambangan.
Selain itu, Walhi Gorontalo juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan moratorium terhadap pemberian izin perusahaan ekstraktif pemegang konsesi pertambangan, perkebunan, dan hak pengelolaan hutan yang merusak lingkungan serta mengancam ruang hidup rakyat.
Walhi Gorontalo juga mengajak lembaga perguruan tinggi di Gorontalo dan daerah lainnya untuk secara tegas menyatakan penolakan terhadap usulan pemberian izin prioritas pertambangan dalam RUU Minerba.
“Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mempertahankan integritas dan marwah akademik, demi mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5110190/original/015649300_1737943351-WALHI02-768x512-1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)