Viral Video Kapolres Boalemo AKBP Sigit Rahayudi Cekcok dengan Penambang Rakyat, Ada Praktik Kotor Pungli?

Viral Video Kapolres Boalemo AKBP Sigit Rahayudi Cekcok dengan Penambang Rakyat, Ada Praktik Kotor Pungli?

Liputan6.com, Jakarta – Isu tambang rakyat di Gorontalo, khususnya di Kabupaten Boalemo, menjadi perhatian publik karena diduga melibatkan aparat dalam pengelolaan dan pengawasan ilegal. Baru-baru ini beredar video cekcok Kapolres Boalemo AKBP Sigit Rahayudi dengan seorang penambang rakyat, diduga terkait praktik kotor pungli aparat kepolisian kepada para pebisnis tambang rakyat. 

“Tidak ada saya memukul kamu, saya cuma bilang, jangan ada yang mengancam anggota saya. Saya tidak ada urusan, saya cuma mau menertibkan,” kata Kapolres Boalemo AKBP Sigit Rahayudi kepada seorang penambang rakyat dengan nada sangat marah.

“Kalau saya salah SOP silahkan tangkap,” kata penambang.

 

Seorang pengusaha tambang rakyat di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, bernama Martin Basaur mengungkap dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum aparat kepolisian, dengan nilai mencapai Rp30 juta per unit alat berat setiap bulan.

Bahkan Martin memberanikan diri membuat laporan resmi ke Propam Polda Gorontalo pada Selasa (3/6/2025), terkait dugaan pungli yang diduga dilakukan oleh oknum polisi, yang tidak berseragam dan tidak membawa surat tugas saat berada di lokasi tambang.

“Saya bukan pelaku kriminal. Saya bekerja sebagai penambang rakyat. Namun aparat datang ke lokasi tanpa identitas resmi dan menyampaikan ancaman,” kata Martin kepada wartawan usai pelaporan, didampingi kuasa hukumnya, Rahman Sahi.

Menurut Martin, para penambang di Boalemo diwajibkan menyetor uang hingga Rp30 juta per bulan untuk setiap alat tambang yang digunakan. Jika tidak memenuhi permintaan tersebut, mereka terancam mengalami penyitaan alat kerja.

“Para penambang ditekan dengan alasan lokasi tambang berada di kawasan cagar alam. Padahal faktanya tidak demikian,” ujarnya.

Martin juga menyebut tindakan penertiban tidak dilakukan secara menyeluruh dan cenderung pilih kasih. Ia menduga, praktik tersebut bukan upaya penegakan hukum, melainkan bentuk tekanan kepada penambang lokal.

“Kalau hukum ditegakkan dengan adil, kami siap patuh. Tapi jika aparat justru jadi alat intimidasi, kami harus melawan dengan jalur hukum,” tegasnya.

Bahkan saat berada di Mapolres Boalemo, kata Rahman, kliennya bukan diberi penjelasan, tapi justru mendapat perlakuan yang menurutnya kami sangat arogan.

“Pak Kapolres membentak, menunjuk-nunjuk, bahkan menendang kaki klien saya. Ini tidak hanya melukai harga diri, tapi juga mencederai etika kepolisian,” kata Rahman.