TRIBUNNEWS.COM – Video yang memperlihatkan pejabat militer Israel sedang meminta tentara Israel melenyapkan setiap orang yang mereka temui di Jalur Gaza beredar di media sosial.
Akun Instagram milik media asal Turki @trtworld turut mengunggahnya tanggal 5 April 2025.
Permintaan itu disampaikan kepada Brigade Golani Israel. Tidak diketahui kapan pastinya dan di mana hal itu disampaikan.
Menurut keterangan @trtworld, permintaan tersebut disampaikan IDF sebelum invasi darat Israel ke Kota Rafah, Gaza.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) diduga diimbau menembak setiap warga Palestina yang ditemukan atau terlihat oleh mereka.
Dalam video itu terlihat ada seorang tentara yang berdiri untuk mengumumkan sesuatu di dekat para tentara lain.
MILITER ISRAEL – Video yang dibagikan oleh akun wartawan Israel bernama Bitton Rosen di X tanggal 4 April 2025 memperlihatkan seorang pejabat Israel meminta IDF melenyapkan semua orang yang ditemui di Jalur Gaza. (X/BittonRosen)
“Ini operasi untuk memulangkan sandera, bahkan jika kalian tidak pergi ke terowongan atau bangunan tempat sandera berada,” ujar tentara tersebut.
“Mengapa? Karena kalian memunculkan tekanan militer yang sangat kuat. Kalian membunuh banyak musuh, merampas banyak wilayah dari mereka, dan seperti inilah, hingga kini, sandera dipulangkan.”
“Setiap orang kalian temui adalah musuh. Kalian mengidentifikasi ancaman, melepaskan tembakan, melenyapkannya, dan bergerak maju. Jangan kebingungan dalam konteks ini.”
Video itu turut dibagikan oleh seorang wartawan Israel benama Hallel Biton Rosen di akun X @BitonRosen tanggal 4 April. Video bisa dilihat di sini.
Rosen menyebut pejabat Israel yang sedang menyampaikan pengarahan itu adalah Letnan Kolonel D. Gibor.
IDF menembak sesuka hati
Beberapa waktu lalu media Israel bernama +972 Magazine melaporkan kesaksian para tentara Israel mengenai penembakan terhadap warga Palestina.
Beberapa tentara Israel bersaksi mereka bisa menembak tanpa batasan guna “menyalurkan” tenaga mereka dan mengatasi kebosanan.
“Ada kebebasan penuh dalam beraksi,” kata B, tentara Israel yang bertugas di Gaza.
“Bahkan jika merasa ada ancaman, tak perlu menjelaskannya, kamu tinggal menembak.”
B menyebut ketika ada tentara yang mendekat, tentara itu bisa ditembak.
“Diizinkan untuk menembak badannya, bukan ke arah udara.”
“Diizinkan untuk menembak setiap orang, gadis kecil, dan wanita tua.”
B kemudian menceritakan peristiwa pada November lalu, ketika tentara Israel menembak beberapa warga sipil saat proses evakuasi sekolah di dekat kawasan Zeitun.
Tentara Israel meminta warga sipil untuk keluar lewat kiri, ke arah laut, bukan ke kanan, tempat tentara berada.
Ketika terjadi baku tembak di dalam sekolah, warga yang mengambil jalan salah langsung ditembak.
Sementara itu, C, tentara Israel lainnya di Gaza, menjelaskan ketika tentara mendengar tembakan, mereka mengirimkan pesan lewat radio untuk mengklarifikasi apakah ada satuan militer lain di area itu.
Jika tidak ada, mereka akan melepaskan tembakan. “Tentara menembak sesuka hati, dengan sekuat tenaga,” ujar C.
Namun, tembakan serampangan itu juga berisiko membuat tentara Israel tertembak oleh kawannya sendiri.
Sementara itu, A, seorang perwira Israel, mengatakan penembakan di rumah sakit, klinik, sekolah, lembaga keagamaan, dan gedung organisasi internasional memerlukan izin yang lebih besar.
Namun, pada kenyataannya, penembakan tetap terjadi.
“Saya bisa menghitung, dengan satu tangan, kasus-kasus yang di dalamnya kami diminta tidak menembak. Bahkan, dengan hal sensitif seperti sekolah, (persetujuan) hanya terasa seperti formalitas.”
“Semangat di dalam ruang operasi ialah tembak dulu, tanyai kemudian.”
“Itu adalah konsensusnya. Tidak ada yang akan menangis jika kami merobohkan rumah ketika tidak dibutuhkan atau jika kami menembak seseorang yang tidak perlu kami lakukan.”
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).