Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

UU TNI Tutup Celah Dwifungsi ABRI

UU TNI Tutup Celah Dwifungsi ABRI

PIKIRAN RAKYAT – Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025, menuai berbagai respons.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin, menegaskan bahwa revisi ini justru memperkuat profesionalisme TNI dan menutup rapat celah dwifungsi ABRI.

“Komisi I DPR dan Pemerintah akhirnya menyepakati untuk membawa naskah revisi UU TNI ke rapat paripurna guna persetujuan Tingkat II. Kritik dan protes terhadap dinamika proses revisi UU TNI adalah sesuatu yang lazim dalam sistem demokrasi kita dan memang diperlukan.

“Kekhawatiran publik atas kembalinya dwifungsi ABRI era Orba yang digaungkan dalam kritik/protes tersebut juga hal yang lumrah,” kata TB Hasanuddin dalama keterangan tertulis yang diterima Pikiran-Rakyat.com.

Dua Poin Utama Revisi UU TNI

Menurut TB Hasanuddin, ada dua poin utama yang menjadi kunci dalam revisi UU TNI ini:

1. Penutupan Celah Dwifungsi ABRI

Menurutnya, revisi ini tidak mengubah jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 butir d.

“Hal ini tercermin dari tidak ada perubahan sama sekali mengenai jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara seperti yang termaktub dalam Pasal 2 butir d,” terangnya.

Pasal 39 yang melarang prajurit aktif menjadi anggota partai politik, berpolitik praktis, berbisnis, dan mengikuti pemilu tetap dipertahankan.

Pasal 47 ayat 1 yang mengharuskan prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun juga tidak berubah.

2. Limitasi, Bukan Ekspansi Militer

Lebih lanjut, ia menyebut jika penambahan 5 instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam Pasal 42 ayat 2 merupakan bentuk limitasi (pembatasan), bukan ekspansi militer di jabatan sipil.

Lima instansi tambahan tersebut (pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung) merupakan institusi yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan lain untuk merekrut prajurit aktif.

“Penambahan 5 instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam pasal 42 ayat 2 sejatinya adalah bentuk limitasi (pembatasan) terhadap pos-pos yang dapat diisi oleh prajurit aktif,” sambungnya.

Kelima instansi tersebut memiliki keterkaitan dengan sektor pertahanan atau kemampuan teknis kemiliteran.

Prajurit TNI aktif di lembaga/institusi negara di luar 15 instansi yang telah ditentukan wajib mengundurkan diri/pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.

“Setelah revisi UU TNI disahkan oleh DPR, maka prajurit TNI aktif di lembaga/institusi negara (termasuk BUMN, Bulog, Kemenhub dan lain lain ) diluar 15 instansi tersebut wajib mengundurkan diri/pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.

“Dengan demikian, tidak ada penambahan jumlah Kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI dan tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang selama ini melarang praktik dwifungsi TNI,” lanjutnya.

Memastikan Kepastian Hukum dan Profesionalisme TNI

Revisi UU TNI memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara.

Revisi ini memperjelas batasan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, sehingga menutup celah bagi praktik dwifungsi ABRI.

“Revisi UU TNI justru memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara,” tutupnya.

Mari kita kawal implementasi revisi UU TNI untuk memastikan profesionalisme TNI dan mencegah kembalinya dwifungsi ABRI.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Merangkum Semua Peristiwa