Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.
Pengamat: UU TNI tak perlu dikhawatirkan, Presiden hingga kepala daerah sudah dipilih rakyat
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Rabu, 26 Maret 2025 – 20:34 WIB
Elshinta.com – Pengamat intelijen Fauka Noor Farid menilai tak ada yang perlu ditakutkan atas pengesahan Undang-undang (UU) TNI yang diteken DPR beberapa waktu lalu. Menurutnya, apa yang dilakukan sudah dipikirkan dengan baik dan nantinya akan tetap kembali ke masyarakat.
“Mungkin selama ini yang dilihat oleh masyarakat sipil atau apapun, khawatir TNI akan mencoba mengambil kekuasaan. Namun nyatanya kehadiran TNI itu sangat bisa membantu mereka. Apalagi TNI bisa bekerja cepat, bekerja tepat, semuanya kan untuk kepentingan masyarakat,” kata Fauka, Selasa (25/3).
Dikatakan mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini, UU TNI yang baru direvisi ini berawal dari permintaan begitu banyaknya lembaga, institusi yang meminta TNI untuk masuk dalam kelembagaan tersebut.
“Makanya terus kemudian ada inisiatif muncul yang namanya rancangan tentang perubahan RUU TNI. Ini kan berawal dari kebutuhan. Karena kan setiap zaman era globalisasi ini kan pasti akan berubah,” ujar Fauka seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Heru Lianto, Rabu (26/3).
Atas dasar banyaknya permintaan lembaga atau kementerian atau apapun, kata Fauka, makanya perlu adanya payung hukum bagi anggota TNI yang masuk di dalam kelembagaan itu. Sehingga muncullah yang namanya RUU dan perubahan tentang RUU TNI.
“Karena kan menurut saya undang-undang yang lain saja bisa diamandemen. Apalagi hanya sekedar RUU TNI ya kan. Artinya, tingkat kepercayaan masyarakat, kelembagaan, atau kementerian, atau apapun terhadap TNI ini kan semakin bagus. Ini kan wujud daripada kepercayaan itu sendiri terhadap TNI,” ungkap Fauka.
Dijelaskan Fauka, dahulu ketika zaman Presiden Soeharto, ada fraksi TNI di DPR RI, yang tujuannya kan untuk stabilisator dan dinamisator. “Supaya apa? Pemerintah dalam hal ini, presiden dalam hal ini, pemerintah bisa menjelangkan yang namanya program-program,” imbuhnya.
Bahkan, sambung Fauka, saat itu ada yang namanya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) hingga Rencana Pembangunan Lima Tahun (repelita). Dan semua itu berkaitan dengan pembangunan.
“Makanya dulu bupati, wali kota, itu kan dari unsur TNI Polri. Tujuannya apa? Supaya satu komando,” terangnya.
Dengan adanya itu, terang Fauka, pembangunan bisa terarah dan bisa menyentuh sampai masyarakat level bawah. Dan itu bisa dirasakan memang oleh masyarakat bawah.
“Dulu zamannya Pak Harto, jalan sampai ke kampung-kampung semuanya halus. Karena apa, semua satu komando,” imbuh pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Institute Kajian Pertahanan dan Intelijen Indonesia (IKAPII),
Namun kini, kata Fauka, tidak bisa lagi kita yang namanya memiliki GBHN dan Repelita, sehingga pembangunan juga tak lagi terarah. Terlebih, Bupati, wali kota, gubernur sudah dipilih rakyat langsung.
“Mereka sudah merasa raja-raja kecil. Mereka tidak bisa diatur oleh pemerintah pusat. Makanya revisi UU TNI tampaknya perlu dilakukan karena nantinya juga akan kembali lagi ke masyarakat,” ungkapnya.
Jadi, sambung Fauka, dirinya menilai apa yang harus ditakutkan dengan UU TNI hingga Dwi fungsi yang kini ramai diperbincangkan. Karena sekarang presiden, wakil presiden, rakyat sendiri yang milih.
“Jadi apa yang harus ditakutkan? Terlebih mereka (TNI aktif) yang nantinya akan mengisi jabatan juga tetap akan diawasi oleh panglima TNI. Bila mereka tidak kompetem bisa langsung diganti, dan masih didalam rantai komando, karena kalau sipil Panglima sudah tidak berwenang,” tukasnya.
Sumber : Radio Elshinta