TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan selama dua hari, Rabu–Kamis, 8–9 Januari 2025 di dua unit apartemen kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Penggeledahan berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen (Persero) tahun anggaran 2019.
“KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada dua unit apartemen di Kawasan Rasuna Said, Jakarta,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Sabtu (11/1/2025).
Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik KPK berhasil menyita berupa uang tunai dalam mata uang asing (USD, SGD, Poudstreling, Won, dan Bath) yang jika dirupiahkan senilai Rp300 juta.
Selain uang, KPK turut menyita tas-tas mewah, dokumen-dokumen atau surat terkait kepemilikan aset, serta barang bukti elektronik (BBE).
“Diduga punya keterkaitan dengan perkara tersebut,” ujar Tessa.
KPK telah menahan mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen Antonius Nicholas Kosasih (ANSK) pada Rabu, 8 Januari 2025.
Adapun KPK menetapkan dua orang tersangka yaitu Antonius Kosasih dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Namun, baru Antonius Kosasih yang ditahan.
Dalam konstruksi perkaranya, Antonius Kosasih dan pihak-pihak terkait lainnya diduga telah merugikan keuangan negara sejumlah sekira Rp200 miliar, atas penempatan dana investasi PT Taspen (Persero) sebesar Rp1 triliun pada reksadana.
Dalam hal ini, proses pemilihan manajer investasi dilakukan sebelum adanya penawaran sehingga melanggar prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) sesuai Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain itu, penempatan investasi tersebut seharusnya tidak dilakukan, karena berdasarkan ketentuan kebijakan investasi PT Taspen yang diatur dalam Peraturan Direksi, untuk penanganan sukuk dalam perhatian khusus adalah hold and average down dan penjualan di bawah harga perolehan.
Atas penempatan dana atau investasi yang melawan hukum tersebut, diduga terdapat beberapa pihak yang mendapatkan keuntungan, antara lain PT IIM sekurang-kurangnya sebesar Rp78 miliar; PT VSI sebesar Rp2,2 miliar; PT PS sebesar Rp102 juta; PT SM sebesar Rp44 juta; serta pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan Antonius Kosasih.
Atas perbuatannya, Antonius Kosasih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.