TRIBUNNEWS.COM – Jumlah korban tewas akibat gempa yang melanda Myanmar pada 28 Maret 2025 lalu kini meningkat menjadi 3.145 terhitung pada Kamis (4/4/2025) waktu setempat.
Dikutip dari Associated Press, angka tersebut merupakan hasil pembaruan data dari tim pencarian dan penyelamatan yang terus menemukan lebih banyak jenazah, ungkap pihak Junta Militer Myanmar.
Seperti yang diketahui sebelumnya, pusat gempa berkekuatan 7,7 magnitudo tersebut berada di dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.
Gempa ini menyebabkan ribuan bangunan runtuh, jalan melengkung, dan jembatan hancur di berbagai wilayah.
Sementara itu, lembaga kemanusiaan berupaya keras memberikan perawatan medis dan tempat tinggal bagi para penyintas.
Menteri Informasi Myanmar, Maung Maung Ohn juga mengumumkan dalam pertemuan di ibu kota, Naypyitaw, bahwa 4.589 orang terluka dan 221 lainnya hilang,
Laporan televisi negara Myanmar, MRTV, memperkirakan angka tersebut bisa saja terus bertambah.
Hal ini terjadi dikarenakan sejumlah laporan dari pihak media lokal menyatakan angka korban jauh lebih tinggi daripada data resmi.
Dengan jaringan telekomunikasi terputus dan banyak daerah sulit dijangkau, jumlah korban diperkirakan juga akan melonjak seiring masuknya informasi baru.
Laporan yang dirilis Kamis oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperkirakan bahwa gempa dan gempa susulan telah memengaruhi lebih dari 17 juta orang di 57 dari 330 distrik di negara tersebut,
“Beberapa hari ke depan akan menjadi penentu dalam menilai skala penuh dampak bencana dan respons yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jutaan korban,” bunyi laporan tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan bahwa kepala kemanusiaan PBB Tom Fletcher dan utusan khusus Julie Bishop akan tiba di Myanmar pada Jumat (5/4/2025).
Guterres menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera meningkatkan pendanaan bagi korban gempa “agar sesuai dengan skala krisis ini” dan mendesak akses tanpa hambatan untuk menjangkau mereka yang membutuhkan.
“Gempa telah memperparah penderitaan—apalagi musim hujan segera tiba,” sambungnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa empat rumah sakit dan satu pusat kesehatan hancur total, sementara 32 rumah sakit dan 18 pusat kesehatan lainnya rusak sebagian.
“Dengan infrastruktur yang terganggu dan lonjakan pasien, akses ke layanan kesehatan menjadi hampir mustahil di banyak wilayah terdampak parah,” kata PBB. “Ribuan orang membutuhkan perawatan trauma, tindakan bedah, dan penanganan wabah penyakit secara mendesak.”
Rumah sakit lapangan dari India dan rumah sakit gabungan Rusia-Belarusia kini juga telah beroperasi di Mandalay.
Banyak korban yang kehilangan tempat tinggal atau enggan pulang ke rumah karena khawatir gempa susulan, sehingga pekerja di Naypyitaw bekerja keras mendirikan tenda besar di lapangan terbuka untuk memberikan perlindungan, meski suhu mencapai 40°C.
Di Mandalay, warga setempat membagikan irisan semangka kepada relawan China yang beristirahat dari teriknya cuaca.
Lebih dari 1.550 penyelamat internasional bekerja bersama tim lokal pada Kamis (4/4/2025), menurut pernyataan militer.
Gempa ini juga memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah terjadi di Myanmar karena adanya perang saudara di negara tersebut.
Adapun perang tersebut terjadi setelah Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 2021 dari pemerintah demokratis Aung San Suu Kyi, yang memicu konflik sipil hingga kini.
Sementara itu di Bangkok, gempa yang berpusat di Myanmar tersebut juga meruntuhkan gedung pencakar langit yang sedang dibangun
Gubernur Chadchart Sittipunt menyebut adanya kemungkinan masih ada suara tanda kehidupan di reruntuhan.
Namun hingga Kamis sore, tidak ada korban yang ditemukan.
Dua puluh dua orang tewas dan 35 terluka di Bangkok, mayoritas akibat runtuhnya gedung yang belum selesai tersebut.
(Tribunnews.com/Bobby)