Upaya Pemilik Restoran Sunda Bertahan dari Gempuran Kuliner Asing… Bandung 31 Januari 2025

Upaya Pemilik Restoran Sunda Bertahan dari Gempuran Kuliner Asing…
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        31 Januari 2025

Upaya Pemilik Restoran Sunda Bertahan dari Gempuran Kuliner Asing…
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Tak terhitung lagi berapa jumlah menu sajian makanan dan minuman yang kerap muncul di lini masa media sosial.
Berbagai jenis makanan “kekinian” lalu lalang di hampir semua platform. Bukan hanya soal cita rasa, kini kuliner sudah menjelma menjadi gaya hidup.
Lantas, bagaimana dengan kuliner asli daerah, terutama dari Sunda?
Biasanya, yang ramah di telinga dan diingat saat bicara soal
kuliner Sunda
tentu tak lepas dari olahan aci atau tepung kanji yang bisa ditemui hampir di sudut kota Bandung, umumnya Jawa Barat.
Padahal, banyak yang tak tahu jika kuliner Sunda lebih sarat gizi dan cita rasa.
Direktur Restoran Sunda Sindang Reret Group,
Tetti Teriawati
, mengatakan, anak muda zaman sekarang mengenal restoran makanan Sunda karena dua hal.
Pertama, mereka mengenal karena diajak oleh orangtua atau keluarga. Kedua, memang ada rasa penasaran dengan kuliner Sunda.
“Belum tentu mau
selfie
di restoran Sunda, tetapi kalau di restoran lain yang makanannya Korea atau Eropa,
mah
pasti mau,” katanya ditemui di salah satu cabang
Restoran Sindang Reret
di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (31/1/2025).
“Ya, sekarang
mah
banyak yang mungkin kenal atau tahu makanan atau restoran Sunda ya karena diajak keluarga,” tuturnya.
Berdiri sejak 1973, Sindang Reret menjadi salah satu restoran Sunda yang melegenda di Jawa Barat, khususnya Bandung.
Tetti menjelaskan, masakan Sunda yang disajikan di Sindang Reret itu tidak semudah tampilannya.
Dalam proses pembuatan, koki tetap harus menjaga cita rasa, nilai gizi, dan esensinya.
Tak hanya itu, meski kerap dibilang sederhana dalam tampilan, ternyata penyajian hingga tempat makan kuliner Sunda juga harus disesuaikan tanpa melunturkan nilai-nilai asli Sunda itu sendiri.
Tetti Teriawati merupakan putri sulung pendiri Sindang Reret, pasangan H.S. Hermawan (alm.) dan Ibu Sumartini.
Bersama tim, Tetti menjadi kapten untuk empat cabang restoran Sunda Sindang Reret yang ada di Jawa Barat, seperti di Ciwidey, Lembang, Surapati, dan Karawang.
Selain restoran, salah satu unit bisnis kuliner besar lainnya yang ada di bawah naungan grup itu adalah Katering Destiny.
Di Ciwidey, Tetti kembali membuka
restoran Sindang Reret
dengan nuansa yang baru.
Setelah beberapa bulan tutup, akhirnya restoran itu berhasil direnovasi. Tampilan megah tetap menjadi kunci restoran Sindang Reret di Ciwidey.
Meski ada sentuhan modern, arsitektur Sunda tetap tak lepas dari bangunan Sindang Reret di Ciwidey, seperti bangunan model julang ngapak yang menjadi ciri khas bangunan Sunda.
“Seperti prinsip Ibu-Bapak saya dalam memajukan masakan Sunda, kalau bukan kita yang melakukan pelestarian masakan Sunda, mau siapa lagi?” ujarnya.
Kendati terbilang sukses dalam mengupayakan eksistensi kuliner Sunda, Tetti mengakui bahwa saat ini bisnis kuliner sedang tidak baik-baik saja.
Tak sedikit pengusaha kuliner yang gulung tikar akibat kesulitan bertahan.
Belum lagi gempuran budaya luar yang kian hari kian menggerogoti
budaya lokal
serta pasokan impor yang semakin memperkeruh keadaan.
Meski terbilang tidak baik-baik saja, bisnis kuliner juga masih diminati banyak orang.
Hal itu juga membuat persaingan semakin ketat di tengah ketidakpastian.
“Wah, kalau dibilang kenapa masih bertahan, ya kami sudah lewati banyak lika-liku menjalankan usaha ini selama 52 tahun, mulai dari Covid hingga lainnya. Balik lagi ke tekad kami yang ingin masakan Sunda itu tetap lestari,” ujar dia.
Perjalanan 52 tahun membawa kuliner Sunda bukan tanpa syarat.
Tetti mengungkapkan inovasi terhadap menu masih terus diperhatikan sampai hari ini.
“Pembaruan menu itu ya paling tidak tiga bulan sekali,” kata dia.
Selain inovasi, Sindang Reret juga memastikan kualitas bahan, misalnya lalapan (sejenis sayuran) yang menjadi ciri khas kuliner Sunda itu ditanam di kebun sendiri.
Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kelangkaan jenis sayuran tertentu di pasar.
Sekalipun inovasi menjadi syarat untuk mempertahankan restoran Sindang Reret, pihaknya juga masih mempertahankan menu Sindang Reret yang otentik, antara lain bakakak hayam, gepuk, karedok, kasreng, atau cimplung yang tetap disukai dan difavoritkan pelanggan selama puluhan tahun.
Resep masakan terus dijaga sebagai bentuk tekad melestarikan kuliner Sunda.
Tanah Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, nyatanya tak bisa lepas begitu saja dari sejarah berdirinya Restoran Sindang Reret.
Pada 52 tahun silam, sebuah warung nasi berupa saung (gubug kecil dari serat bambu) berdiri.
Uniknya, berdirinya saung itu berada tepat di posisi restoran Sindang Reret Ciwidey berdiri.
“Bedanya, dulu hanya sepetak lahan, tetapi sekarang luasnya hingga 2 hektar,” katanya.
Tetti menambahkan bahwa mendiang ayah, H.S. Hermawan, bersama istrinya, Ibu Sumartini, merupakan warga lokal Ciwidey.
Mereka berdua menjadi sosok kuat dan teguh dalam mempertahankan kuliner Sunda.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sindang Reret tak hanya restoran.
Usahanya berkembang menjadi hotel. Area perjamuan yang luas dikembangkan untuk pesta pernikahan atau gathering perusahaan.
Sejak pertama berdiri, kata dia, pelestarian budaya Sunda tidak hanya lewat makanan saja.
Pengembangan desa wisata pun ikut dipikirkan.
Tetti berencana menyiapkan sejumlah delman untuk membawa para pelancong untuk berwisata ke desa-desa di sekitar Ciwidey.
“Mereka diajak untuk ikut serta dalam rutinitas warga desa saat bertani atau kehidupan desa lainnya, seperti kerajinan membuat golok khas Ciwidey,” katanya.
Hingga kini, Sindang Reret kerap melibatkan pegiat UKM dalam kegiatan yang digelar Sindang Reret.
“Harapannya, upaya itu jadi perputaran ekonomi yang lebih besar, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga pertumbuhan ekonomi daerah,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.