UMKM di Maluku Sulit Tembus Pasar Luar Negeri, Ada Kendala Biaya Pengiriman Barang
Tim Redaksi
AMBON, KOMPAS.com
– Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
Maluku
, Sodikin menyatakan, ada kesulitan
UMKM
di Maluku menembus pasar luar negeri karena konektivitas logistiknya.
“Kendalanya bagi pelaku UMKM, yang pertama agak kesulitan untuk menembus pangsa pasar di luar negeri itu berkaitan dengan konektivitas logistiknya jadi transportasi, terutama laut,” kata Sodikin di Kanwil Bea Dan Cukai Maluku, Jalan Benteng Kapaha, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon beberapa waktu lalu.
Biaya logistik atau pengiriman barang dari Maluku ke negara tujuan dinilai sangat besar, bahkan melebihi nilai barang yang diekspor. Sementara itu, produk UMKM termasuk dalam skala kecil.
Jumlah produksinya jauh dari produk-produk ritel atau perusahaan besar. Padahal, permintaan pasar luar negeri harus dalam jumlah yang besar.
Hal inilah yang dikeluhkan pelaku usaha. Ujung-ujungnya, mereka lebih memilih menjual di dalam negeri atau dengan sistem titip jual.
Mi Sehat Cempaka, salah satu produk olahan makanan dari tepung sagu asli Ambon sudah menembus pasar luar negeri.
Produk mie sagunya pernah dikirim ke Amerika dengan biaya pengirima logistik Rp 500.000 per kilogram. Itu pun sudah menggunakan layanan pengiriman logistik dari PT Pos Indonesia.
Founder Mie Sehat Cempaka, Dyah Puspita mengatakan, untuk pengiriman ke luar negeri dalam skala kecil, akan terasa lebih mahal dengan biaya ongkir tersebut.
“Mi Cempaka kami kirim ukuran 1 cup 80 gram, Rp 35.000,” kata Dyah kepada
kompas.com.
Produksi mie buatannya biasanya juga dipasarkan ke Bogor, Jakarta, dan Bandung.
Dalam sebulan, dia bisa meraup omzet hingga Rp 50 juta.
Di lain sisi, ada UMKM yang omzetnya mungkin di bawah itu. Perjuangan dia untuk tembus pasa
ekspor
tentu akan terasa lebih berat.
Selain soal konektivitas logistik, masalah lainnya yaitu pembeli. “Yang kedua memang untuk komunikasi agar bisa menembus ekspor berkaitan dengan
buyer
di luar negeri,” katanya.
Rata-rata para pelaku usaha belum dapat memaksimalkan komunikasi dengan pihak
buyer.
Mereka lebih berfokus pada peningkatan kualitas mutu dan jumlah produk. Padahal, untuk menembus pasar besar ada sejumnlah rentetan tahapan yang harus dipenuhi pelaku usaha.
La Yapi, pengusaha minyak atsiri nilam asal Kota Ambon pun mengeluhkan hal itu. Dia mengaku sangat terkendala komunikasi juga mencari pembeli di luar negeri.
“Memang untuk dapat
buyer
itu tidak mudah. Kami tidak tau harus cari bagaiamana kecuali lewat pameran lalu ada yang datang. Seperti kemarin ada yang dari Perancis. Dia tertarik itu untuk membeli atsiri nilam,” kata pengusaha minyak atsiri nilam di Dusun Kampung Keranjang Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon ini.
Kepada
Kompas.com,
Yapi menyatakan tengah memastikan dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk ekspor. Meski begitu, dia mengaku belum memiliki calon
buyer.
Dia berharap, ada bantuan pemerintah daerah kepada peakku UMKM untuk mencari
buyer
atau pasar.
“Katong ini kan taunya buat saja,
seng
tahu dapat
buye
r di luar negeri itu bagaimana,” katanya.
Saat ini, minyak atsiri produksi Kelompok Bunga Tani itu memproduksi 30-35 kiloliter atsiri dari 2 ton nilam.
Untuk itu, Bea Cukai Maluku terus berkolaborasi dengan sejumlah pihak dalam mencari solusi terhadap kendala ekspor.
Seperti sinergi dengan beberapa atase yang ada di luar negeri, antara lain Singapura, Hongkong, Jepang dan Brazil.
Ada juga kolaborasi dengan seluruh Kementerian lembaga maupun dinas-dinas yang ada di Provinsi Maluku.
Upaya lain termasuk berkoordiansi dengan Bank Indonesia dan Bank Mandiri untuk kemudahan akses keuangan, seperti pendanaan kemudian insentif fiskal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
UMKM di Maluku Sulit Tembus Pasar Luar Negeri, Ada Kendala Biaya Pengiriman Barang Regional 16 Maret 2025
/data/photo/2024/08/25/66cb1925539fd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)