Sejak 1 Januari 2025, pemerintah di Kyiv resmi menutup pipa yang mengalirkan ekspor gas Rusia ke Eropa di wilayahnya.
Polandia merayakan langkah Ukraina sebagai “kemenangan baru” atas Presiden Vladimir Putin. Namun Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico mewanti-wanti terhadap “dampak drastis terhadap Uni Eropa. Fico menambahkan, penutupan “tidak banyak berimbas” terhadap ekonomi Rusia.
Langkah Kyiv tidak memperpanjang kontrak transit gas dengan perusahaan energi Rusia Gazprom diumumkan Presiden Ukraina Volodmyr Zelenskyy pada 19 Desember silam di Brussels. Zelenskyy menyatakan, tidak akan membiarkan Moskow “mendapat miliran euro uang tambahan ,” selama melancarkan invasi di Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri tampil tidak terkesan, dan sebaliknya bersikeras Gazprom akan mampu menutup kerugian dari pasokan gas via Ukraina. “Kontrak ini tidak akan ada lagi, semua sudah jelas,” kata dia, sembari menambahkan, “kami akan tetap hidup, Gazprom akan tetap hidup.”
Dengan ditutupnya aliran gas Rusia lewat Ukraina, pasokan energi di timur Uni Eropa sontak menjadi rentan. Negara-negara seperti Austria, Hungaria dan Slovakia tidak terhubung langsung dengan laut, sehingga kesulitan mengimpor gas dari sumber lain. Terutama kedua negara terakhir bersikeras akan tetap membeli gas murah dari Rusia.
Kebergantungan abadi
Ukraina sejak lama menjadi negara transit bagi pipa gas Rusia ke Eropa. Kedua negara pun acap berseteru soal tarif pengiriman gas jarak jauh sejak sebelum perang berkecamuk.
Menurut lembaga pemikir Bruegel di Belgia, impor bahan bakar fosil dari Rusia ke Uni Eropanilainya mencapai sekitar satu miliar dolar AS per bulan pada akhir tahun 2023, dan berkisar 16 miliar dolar AS per bulan pada awal tahun 2022.
Menurut Komisi Eropa, Rusia menyumbang 15 persen dari total impor gas Uni Eropa, berada di bawah kontribusi impor dari Norwegia dan Amerika Serikat dengan masing-masing 30 dan 19 persen, serta mengungguli negara-negara Afrika Utara dengan 14 persen. Sebagian besar gas Rusia disalurkan melalui pipa melalui Ukraina dan Turki.
Negara pengimpor terbesar adalah ketiga negara di perbatasan timur UE: Austria, Slovakia dan Hungaria. Adapun negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar seperti Spanyol, Perancis, Belgia dan Belanda juga masih mengimpor gas alam cair Rusia melalui kapal tanker. Sebagiannya tercampur dengan import dari sumber gas lain di jaringan pipa Eropa. Akibatnya, gas Rusia juga bisa sampai ke Jerman, meski sudah berkomitmen tidak lagi berbisnis dengan Moskow.
Lonjakan biaya energi
Harga energi sempat meningkat drastis pada tahun 2022, hingga lebih dari 20 kali lipat, menurut lembaga think tank Bruegel. Beberapa pabrik di Eropa akibatnya harus mengurangi produksi dan banyak perusahaan kecil bahkan terpaksa gulung tikar.
Saat ini, harga energi telah kembali ke level moderat, kendati masih berada di atas level sebelum krisis. Tingginya biaya membuat industri padat energi di Eropa, khususnya di Jerman, kehilangan daya saing.
Harga energi yang tinggi menjadi salah satu alasan mengapa perusahaan seperti VW dan BASF merugi. Menurut Komisi Eropa, pada tahun 2023 hampir sebelas persen warga UE tidak mampu membeli gas untuk memanaskan rumah secara memadai saat musim dingin.
Ketenangan Brussel
Namun begitu, Uni Eropa tidak mengesankan kepanikan. Penghentian perjanjian antara Ukraina dan Rusia telah diperhitungkan di pasar gas Eropa, menurut analisis eksekutif UE. Bloomberg News pada pertengahan Desember.
Analisis tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan negara-negara anggota dan pasar menjelang berakhirnya perjanjian gas Ukraina-Rusia. Uni Eropa punya cukup waktu untuk menemukan sumber pasokan alternatif.
“Dengan produksi tahunan global lebih dari 500 miliar meter kubik LNG, penggantian sekitar 14 miliar meter kubik gas Rusia yang diangkut melalui Ukraina diperkirakan tidak akan berdampak besar pada harga gas alam di UE,” Bloomberg mengutip dokumen Komisi. Oleh karena itu, kita dapat berasumsi bahwa “berakhirnya perjanjian transit diperhitungkan dalam harga gas untuk musim dingin.”
Namun demikian, pemerintah Hungaria dan Slovakia tidak hanya mengkhawatirkan pasokan gas, tapi juga hubungan dekat dengan Rusia. “Hungaria sedang berusaha membeli gas melalui Ukraina, meskipun sudah mengimpor gas Rusia melalui pipa Turkstream,” kata Perdana Menteri Viktor Orban pada 21 Desember. Kantor berita Reuters mengutip ucapannya yang mengatakan, mereka tidak ingin menyerah pada jalur ini.
Menurut laporan Reuters, Orban berkata: “Kami sekarang sedang mencoba triknya. Bagaimana jika gas tersebut, ketika mencapai wilayah Ukraina, bukan lagi milik Rusia, tetapi sudah menjadi milik pembeli? Gas yang masuk ke Ukraina adalah milik Rusia. Jadi tidak ada lagi gas Rusia, tapi gas Hungaria.”
Fico di sisi Putin
Sementara itu, Slovakia melangkah lebih jauh dan mengancam Kyiv dengan tindakan balasan. Perdana Menteri Robert Fico dalam sebuah video yang diposting di Facebook mengatakan, dia sedang mempertimbangkan untuk menghentikan pasokan listrik darurat dari Slovakia ke Ukraina setelah tanggal 1 Januari.
“Jika hal ini tidak dapat dihindari, kami akan menghentikan pasokan listrik yang dibutuhkan Ukraina selama pemadaman jaringan listrik. Atau kami akan mengambil tindakan lain,” kata dia.
Presiden Ukraina Zelensky menuduh Fico bertindak atas instruksi Rusia. Menurutnya, Putin telah membujuk Fico untuk “membuka medan konfrontasi kedua melawan Ukraina di bidang energi, dengan mengorbankan kepentingan rakyat Slovakia,” kata Zelenskyj di platform online X. Ancaman Fico hanya dapat dijelaskan dengan cara ini, tegasnya.
Fico adalah salah satu penentang terbesar dukungan militer Uni Eropa untuk Ukraina. Menurut presiden Slovakia, selama kunjungan mendadak Fico ke Moskow pada bulan Desember, Putin menegaskan kesediaan Rusia untuk terus memasok gas ke Slovakia.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman, dan dirangkum dengan laporan AFP.