Jakarta, CNBC Indonesia – Ukraina resmi menutup jalur pengangkutan gas Rusia ke Eropa melalui wilayahnya. Keputusan ini mereka buat setelah berakhirnya kesepakatan tenggat waktu Transit Deal atau Kesepakatan Transit.
Kementerian Energi Ukraina melalui rilis resmi mengatakan, berakhirnya kesepakatan transit itu semata demi kepentingan nasional. Sebab, eskalasi perang antara Ukraina dan Rusia tak kunjung berakhir.
“Ini adalah peristiwa bersejarah,” sebagaimana tertera di keterangan resmi Kementerian Energi Ukraina, dilansir CNN Internasional, Rabu (1/12/2024).
Sebelum berakhirnya kesepakatan pengangkutan gas ini, sebetulnya perusahaan yang melalui jalur pengiriman gas dari Rusia ke Eropa melalui Ukraina juga sudah merugi, akibat sepinya penjualan gas ke Benua Biru.
Perusahaan raksasa gas milik Rusia, Gazprom, yang telah menandatangan kesepakatan transit dengan Naftogaz milik Ukraina telah mencatatkan rugi US$ 6,9 miliar pada 2019. Kerugian pada tahun itu merupakan catatan pertama setelah lebih dari 20 tahun terakhir.
Ukraina pun kini menghadapi kerugian sekitar US$ 800 juta per tahun akibat biaya putus kontrak kesepakatan transit ini. Sementara itu Gazprom akan kehilangan US$ 5 miliar penjualan gas.
“Beberapa negara Eropa yang masih membeli gas Rusia sebelumnya telah mengatur rute pasokan alternatif,” bunyi laporan Reuters terkait dampak kerugian dari berakhirnya Transit Deal.
Putusnya jalur perdagangan gas ini mewakili sekitar 5% dari total jalur impor gas uni eropa menurut lembaga riset Bruegel yang berbasisi di Brussels, Belgia. Adapun pemasok utama gas dari Rusia adalah Austria, Hongaria, dan Slovakia.
Setelah kesepakatan transit ini kadaluwarsa, Eropa menerima gas pipa dari Rusia melalui satu rute, yakni pipa Turkstream yang melewati Turki, lalu masuk ke Bulgaria, Serbia, hingga ke Hongaria.
Henning Gloystein, Kepala Energi, Iklim & Sumber Daya di Eurasia Group, mengatakan akhir kesepakatan itu “tidak mengejutkan” tetapi akan memicu lonjakan harga gas di pasar spot ketika pembukaan perdagangan pada Kamis.
Tetapi “lonjakan harga besar seperti yang terlihat selama pemotongan pasokan Rusia sebelumnya tidak mungkin karena importir Uni Eropa telah lama bersiap untuk (skenario) ini,” katanya kepada CNN. Ia menambahkan, sebagian besar Eropa telah memiliki awal musim dingin yang ringan.
Uni Eropa juga telah bekerja dengan negara-negara lain selama lebih dari setahun untuk mempersiapkan kemungkinan berakhirnya kesepakatan itu, kata juru bicara Komisi Eropa kepada CNN.
“Infrastruktur gas Eropa cukup fleksibel untuk menyediakan gas yang berasal dari non-Rusia ke (Eropa tengah dan timur) melalui rute alternatif,” kata juru bicara itu. “Ini telah diperkuat dengan kapasitas impor baru (gas alam cair) yang signifikan sejak 2022.”
“Kami mengerjakan pekerjaan rumah kami dan siap untuk skenario ini,” kata Menteri Energi Austria Leonore Gewessler dalam sebuah pernyataan di aplikasi X, Rabu pagi, sambil menambahkan perusahaan energi negara itu telah mencari pemasok baru non-Rusia.
Namun, Perdana Menteri Slovakia Robert Fico mengatakan pada Rabu bahwa penghentian aliran gas Rusia melalui Ukraina akan berdampak “drastis” pada Uni Eropa tetapi tidak pada Rusia. Fico berpendapat akhir kesepakatan akan menyebabkan harga gas dan listrik yang lebih tinggi di Eropa.
Sebelum Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada tahun 2022, Rusia adalah pemasok gas alam terbesar Uni Eropa. Blok tersebut telah memangkas pangsa impor gas pipanya dari Rusia sebesar lebih dari 40% pada 2021 dan menjadi sekitar 8% pada 2023, menurut Dewan Eropa.
(arj/mij)