Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana mengajukan peninjauan ulang terhadap tarif bea masuk anti-dumping yang dikenakan pada ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil menyusul keputusan akhir yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan AS.
Dalam keputusan final yang diterbitkan AS melalui Federal Register Nomor 89 FR 104982 pada 26 Desember 2024 itu, tarif anti-dumping terhadap udang beku Indonesia telah diturunkan dari 6,3% menjadi 3,9%. Selain itu, keputusan ini juga mengonfirmasi, Indonesia tidak memberikan subsidi, sehingga memperoleh status Countervailing Duties (CVD) de-minimis. Yakni bea masuk tambahan yang dikenakan oleh suatu negara untuk mengimbangi subsidi yang diberikan oleh pemerintah negara pengekspor kepada produsen dalam negeri mereka.
De-minimis dalam konteks CVD merujuk pada tingkat subsidi yang terlalu kecil untuk dianggap berdampak signifikan. Jika tingkat subsidi yang diberikan kepada suatu produk berada di bawah ambang batas de-minimis, maka produk tersebut tidak dikenakan bea masuk pengimbangan (CVD) dan investigasi dapat dihentikan.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Budi Sulistiyo menyebut pencapaian ini merupakan hasil dari berbagai strategi yang dijalankan oleh Delegasi Republik Indonesia. Ia menambahkan, Delegasi RI bersama eksportir, asosiasi udang, penasihat hukum, KBRI Washington DC, serta Kementerian Perdagangan dan lembaga terkait lainnya, terus berkomunikasi dengan otoritas AS untuk memperjuangkan posisi Indonesia.
“Kami juga menyusun dokumen pembelaan serta berkomunikasi dengan importir dan asosiasi di AS guna menegaskan posisi Indonesia sebagai eksportir udang yang kompetitif,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (14/3/2025).
Dibandingkan dengan negara pesaing, kata Budi, Indonesia masih dikenakan tarif anti-dumping yang jauh lebih rendah. Di mana tarif AD udang Ekuador mencapai 10,58%, sementara CVD Vietnam 2,84%, Ekuador 3,78%, dan India 5,77%. Selain itu, Vietnam dan India masih dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) yang jauh lebih tinggi, yakni 110,90% untuk India dan 25,76% untuk Vietnam.
“Dengan perbandingan ini, produk udang Indonesia masih memiliki daya saing di pasar AS,” ujarnya.
Budi juga menyebut importir AS tetap menaruh kepercayaan pada eksportir Indonesia berkat rekam jejak yang baik dalam hal kualitas dan ketepatan pengiriman. Kepercayaan ini diperkuat oleh pengakuan importir saat berdialog dengan Delegasi RI pada Agustus 2024.
“Ini menjadi modal penting bagi kita untuk tetap mempertahankan dan memperluas pasar ekspor di tengah dinamika perdagangan global,” jelasnya.
Tren Tetap Positif
Meski dikenakan BMAD, ekspor udang beku Indonesia ke AS tetap menunjukkan tren positif. Budi mengatakan, nilai ekspor udang beku Indonesia ke AS pada Januari 2025 diperkirakan mencapai US$94,2 juta dengan volume 11,1 ribu ton, meningkat 24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Untuk itu, KKP mendorong eksportir dan asosiasi udang mengajukan review atas tarif yang dikenakan. Proses ini melibatkan pemilihan kuasa hukum, penyusunan dokumen pendukung, pengisian kuesioner, serta pemilihan mandatory respondent yang dipersyaratkan oleh Departemen Perdagangan AS.
“Kami targetkan pengajuan review ini akan dimulai pada Mei 2025,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa KKP terus memperluas pasar ekspor ke negara lain, termasuk Jepang dan Kanada untuk udang mentah beku dan olahan, Tiongkok untuk udang mentah beku, serta Korea Selatan dan Australia untuk udang olahan. Sementara itu, ekspor udang olahan breaded ke AS juga terus didorong.
Di dalam negeri, KKP memperkuat pasar domestik melalui promosi, pameran, dan bazar bekerja sama dengan sektor hotel, restoran, dan katering (horeka).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmen KKP dalam menyelesaikan masalah CVD dan antidumping di pasar AS.
“Kita akan kerjakan terus, kita sedang diplomasi. Mudah-mudahan dalam waktu dekat juga sudah bisa kita jalankan. Kita akan tangani dengan baik, kita berusaha semaksimal mungkin untuk itu tidak terjadi. Doain saja,” ujar Menteri Trenggono.
(dce)