TRIBUNJATENG.COM – Kasus pembuatan uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mulai terungkap lebih dalam.
Fakta mengejutkan datang dari tersangka, Syahruna, yang mengaku bersama Andi Ibrahim mencetak uang palsu di lingkungan kampus saat jam perkuliahan berlangsung.
Syahruna menjelaskan, mereka memilih siang hari sebagai waktu untuk mencetak uang palsu agar aktivitas tersebut tidak terpantau oleh petugas keamanan kampus.
“Siang hari dipilih karena lebih sepi pengawasan dari Satpam, sehingga aktivitas kami tidak dicurigai,” ungkapnya.
Lebih mengejutkan lagi, mesin cetak uang palsu tersebut disembunyikan di dalam perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Lokasi ini dipilih karena dianggap strategis dan jarang diperiksa secara detail.
Andi Ibrahim, yang diketahui menjabat sebagai Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, diduga memanfaatkan posisinya untuk memfasilitasi aksi ilegal ini. Sementara itu, Syahruna yang bukan pegawai kampus, dipekerjakan khusus oleh Andi Ibrahim untuk menjalankan operasional pembuatan uang palsu.
Dalam penyelidikan, Syahruna mengungkap semua detail operasi, mulai dari metode pencetakan hingga alasan memilih perpustakaan sebagai tempat produksi. Aksi mereka berlangsung tanpa sepengetahuan Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, karena aktivitas tersebut berlangsung di waktu perkuliahan yang padat.
“Dikasih peredam agar nggak kedengeran. Jendela semua ditutup,” kata Syahruna, Selasa (31/12/2024).
Syahruna menceritakan, ada 19 tahapan yang harus dilewati agar uang palsu siap untuk diedarkan.
Satu saja tahapan tidak lolos, maka uang palsu akan cacat dan terpaksa dibuang.
“Ada 19 tahapan, kalau ada salah satu tahapan rusak, maka gagal dan dibuang.”
“Dari 19 tahapan itu harus lulus semua,” urai Syahruna, dikutip dari kanal YouTube tvOneNews, Selasa (31/12/2024).
Syahruna lantas menguraikan secara garis besar tahapan produksi uang palsu.
Semua dimulai dari tahapan mencetak benang pengaman dan tanda air.
Pembuatan kedua item itu menggunakan mesin sablon.
“Setelah itu cetak UV-nya dan magnetik agar lolos dari mesin (cek uang palsu),” tambahnya.
Syahruna menceritakan, di awal pembuatan uang palsu, ia dan kawan-kawan tidak memproduksi banyak.
Awalnya hanya ada satu rim atau 500 lembar uang palsu.
“Sedikit dulu karena itu butuh proses,” katanya.
Syahruna mengaku dari 200 lembar komplotannya mampu memproduksi uang palsu sebanyak Rp 100 juta.
Sedangkan bahan-bahan sebelumnya sudah disimpan digudang.
Lokasinya berada di lantai dua gedung perpustakaan.
Syahruna menjelaskan, semua bahan berasal dari China.
“Pesan di China semua,” tambahnya.
Syahruna dalam kasus ini berperan sebagai operator mesin pecetak uang.
Ia dibantu tersangka lain bernama Ibrahim.
“Ibrahim dia koordinator tempat dan situasi,” ujar Syahruna.
Syahruna juga mengaku pabrik uang palsu berada di perpustakaan UIN Makassar.
“Dikasih peredam agar nggak kedengeran. Jendela semua ditutup,” timpalnya.
Syahruna menguraikan, produksi uang palsu dimulai dari jam 11.00 menjelang siang hingga 17.00 sore.
Seminggu sebelum terbongkar, pabrik semakin menggenjot produksinya.
Bahkan, Syahruna harus lembur hingga pagi.
Para pencetak uang palsu ini diperintahkan agar bekerja sesuai jam kantor.
Mereka takut ketahuan karena ada sekuriti yang patroli secara rutin.
Ditambah, saat produksi mesin mengeluarkan suara sehingga bisa menimbulkan kecurigaan.
Gunakan mesin cetak khusus
Belakangan terungkap, mesin pencetak uang palsu di UIN Makassar berasal dari China.
Mesin dibeli dengan harga Rp 600 juta.
Syahruna menyebut, mesin memiliki tingkat presisi yang tinggi dibandingkan mesin cetak pada umumnya.
“Tingkat presisi lebih tinggi, lebih akurat. Cuma sayangnya saya belum sempat mahir untuk mempergunakan,” sesalnya.
Ada pesanan untuk Pilkada 2024
Syahruna bisa mengoperasikan mesin pencetak uang palsu secara otodidak.
Ia diminta belajar sendiri oleh bosnya, Annar Sampetoding Dalang alias ASS.
Syahruna menyebut tidak ada rencana pabrik ini memproduksi uang asing.
Hanya saja, dirinya sempat mendapatkan orderan uang palsu untuk Pilkada 2024.
“Ada pesanan katanya berapa miliar untuk Pilkada. Saya tidak menanggapi begitu serius,” akunya.
Di akhir pengakuannya, Syahruna bersedia bergabung karena dijanjikan mendapatkan bagian uang palsu.
Setiap 10 lembar uang yang diproduksi, dirinya mendapatkan 1 bagian.
“Dijanjikan juga dibelikan tanah dan rumah oleh (tersangka) Ibrahim,” tandasnya.