Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden Prabowo Subianto punya wewenang untuk membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Pembatalan bisa dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Hal itu diamini oleh Direktur Hukum CELIOS Mhd Zakiul Fikri. Menurutnya, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 Ayat (3) juga memberi ruang pemerintah menurunkan PPN hingga 5 persen atau menaikkannya hingga 15 persen.
“Penerbitan perppu menjadi solusi cepat mengatasi permasalahan hukum dan ekonomi, terutama saat DPR sedang reses,” ucap Zakiul melalui keterangan tertulis, Selasa (24/12).
Pertanyaan berikutnya adalah, “Bagaimana cara menerbitkan perppu untuk membatalkan PPN 12 persen?”.
Berikut rangkuman CNNIndonesia.com dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014.
Pasal 58 Perpres 87/2014 mengatakan penerbitan perppu dimulai dengan penugasan dari presiden ke menteri.
“Presiden menugaskan penyusunan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang kepada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan materi yang akan diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut sebagai pemrakarsa,” bunyi pasal 58 ayat (1) Perpres 87/2014.
Menteri tersebut kemudian menyusun perppu lewat koordinasi dengan para menteri dan kepala lembaga terkait. Kemudian, hasil penyusunan itu diserahkan kepada presiden untuk ditetapkan sebagai perppu.
Setelah itu, menteri tersebut bertugas menyiapkan rancangan undang-undang penetapan perppu sebagai undang-undang. Lalu ia juga bertugas merancang undang-undang pencabutan undang-undang yang diganti oleh perppu baru.
“Dalam penyusunan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang dan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian,” bunyi pasal 61 ayat (3).
Draf-draf itu kemudian diserahkan kepada presiden untuk ditetapkan. Lalu presiden menetapkan perppu baru.
Perppu itu langsung berlaku. Namun, UU 12/2011 mengatur perppu harus didiskusikan dengan DPR setelah ditetapkan.
“Peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut,” bunyi pasal 52 ayat (1) UU 12/2011.
Selanjutnya, Prabowo menyerahkan dua draf RUU yang telah disiapkan ke DPR. Kemudian, DPR menggelar sidang paripurna untuk menentukan apakah perppu dimaksud, dalam hal ini pembatalan PPN 12 persen, dapat disahkan menjadi undang-undang.
“Dalam hal peraturan pemerintah pengganti undang-undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut ditetapkan menjadi undang-undang,” bunyi pasal 52 ayat (4).
Bila DPR tidak setuju, maka perppu harus dicabut. Prabowo atau DPR harus mengajukan RUU tentang pencabutan perppu tersebut. RUU itu dibawa ke sidang paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi undang-undang pencabutan perppu.
Kebijakan pemerintah menaikkan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 sebelumnya ditentang banyak pihak. Petisi daring berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” di change.org sudah ditandatangani lebih dari 194 ribu orang.
Petisi itu mendesak Presiden Prabowo Subianto membatalkan kebijakan PPN 12 persen. Prabowo diminta mengerti kondisi perekonomian masyarakat yang sedang sulit.
(dhf/sfr)