Jakarta, Beritasatu.com – Depresiasi atau pelemahan rupiah berpotensi masih akan terjadi hingga awal 2025 mengingat banyak ketidakpastian, terutama penantian pasar atas pelantikan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada 20 Januari 2025.
“Pada 20 Januari Donald Trump dilantik. Jadi nanti akan lebih jelas lagi kebijakan-kebijakan apa yang akan diambil Donald Trump secara resmi ketika memegang kendali pemerintahan di Amerika,” tutur Head of Macroeconomic and Financial Market Research PT Bank Mandiri Tbk, Dian Ayu Yustina dalam “Investor Market Today” di IDTV, Senin (23/12/2024).
Dikatakan Dian, pelaku pasar menunggu outlook variabel penting di AS, seperti inflasi dan tingkat pengangguran setelah Donald Trump dilantik. Jika dua indikator makroekonomi AS tersebut sejalan dengan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), pasar dapat bernapas lega.
Namun, jika kontradiksi, akan memberi sentimen negatif. “Nah, kita harus cautious. Jadi mungkin sampai awal 2025 kita perlu tetap waspadai volatilitas nilai tukar rupiah,” kata dia.
Dalam sepekan terakhir, rupiah terus melemah bahkan sempat menyentuh Rp 16.300 per dolar AS. Depresiasi atau pelemahan rupiah dipicu kebijakan suku bunga The Fe dan lonjakan indeks dolar Amerika Serikat, utamanya seusai pengumuman Gubernur The Fed Jerome Powell tentang arah pemangkasan suku AS pada 2025.
Menjelang Donald Trump dilantik, data Bloomberg Selasa (24/12/2024) pagi menyebutkan, rupiah berada pada level Rp 16.180 per dolar AS atau menguat tipis 16 poin (0,10 persen) dibandingkan perdagangan sebelumnya.