Gorontalo, Beritasatu.com – Menjelang Idulfitri, warga Gorontalo menggelar Tumbilotohe, tradisi turun-temurun memasang lampu minyak dan lampu hias pada tiga malam terakhir Ramadan. Jalan, halaman rumah, hingga tanah lapang bermandikan cahaya, menjadikan tradisi ini sebagai wisata religi yang menarik perhatian wisatawan.
Tumbilotohe berasal dari bahasa Gorontalo: “tumbilo” yang berarti memasang dan “tohe” yang berarti lampu. Tradisi ini diyakini telah ada sejak abad ke-15, ketika warga menggunakan lampu minyak untuk menerangi jalan menuju masjid dan mushola saat salat tarawih. Selain itu, pemasangan lampu juga menjadi tanda berakhirnya Ramadan dan menyambut Idulfitri.
“Dahulu, warga memakai obor untuk menerangi jalan ke masjid. Seiring waktu, ini berkembang menjadi tradisi,” ujar Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea.
Setiap tahunnya, pemerintah daerah menyelenggarakan lomba pasang lampu antar kampung dan kecamatan dalam Festival Tumbilotohe. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan tradisi sekaligus membangun semangat kebersamaan warga.
“Kami ingin memasyarakatkan Tumbilotohe dengan mengadakan lomba antar kecamatan agar warga makin antusias menyemarakkan tradisi ini,” jelas Adhan Dambea.
Bagi masyarakat Gorontalo, Tumbilotohe bukan hanya warisan budaya, tetapi juga momen kebersamaan dan kebanggaan. Tradisi ini menarik banyak pengunjung yang ingin mengabadikan keindahan malam penuh cahaya ini.
“Ini tradisi luhur yang harus dijaga agar anak muda tetap melestarikan budaya Gorontalo di tengah globalisasi,” ujar Alwi Podungge, tokoh masyarakat setempat.
Pemerintah daerah terus membenahi pelaksanaan Tumbilotohe agar makin menarik sebagai wisata religi unggulan Gorontalo. Jika Anda ingin menyaksikan keindahan Tumbilotohe, jangan lewatkan momen spesial ini di tiga malam terakhir Ramadan.